Tiap partisipan memberikan sampel urine 24 jam dan menyimpan buku harian asupan kopi dan makanan mereka. Subjek juga menyelesaikan kuesioner tentang konsumsi khas minuman lain dan makanan kaya kafein seperti cokelat.
Para peneliti menganalisis sampel urine untuk metabolit kafein dan non-kafein, termasuk paraxanthine, teofilin, asam p-coumaric, trigonelline dan asam caffeic. Mereka juga melakukan pengukuran tubuh, mengumpulkan dan menganalisis sampel darah, serta melakukan pemindaian hati.
Studi ini memberikan bukti bahwa metabolit kopi dapat membantu menjaga NAFLD agar tidak semakin parah. "Studi kami menunjukkan bahwa jumlah kumulatif yang lebih tinggi dari metabolit kafein dan non-kafein yang diukur dalam pengumpulan urine 24 jam dikaitkan dengan profil NAFLD yang tidak terlalu parah," ujar Jones dan timnya.
Mereka juga mengamati hubungan yang kuat antara asupan kopi dan jumlah metabolit kafein dan non-kafein urine 24 jam. Studi mereka disponsori oleh Institute for Scientific Information on Coffee (ISIC). Temuan itu muncul di jurnal Nutrients.