REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengingatkan agar lembaga penyiaran televisi harus selektif dalam memilih materi atau muatan program siaran yang berasal dari konten viral di media sosial.
"KPI berharap industri televisi tidak menggunakan konten yang viral semata-mata jadi muatan program siaran. Artinya begini, boleh menampilkan konten yang viral tapi harus kemudian selektif memilih," kata Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah kepada ANTARA saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu.
Dia mengatakan lembaga penyiaran harus mempertimbangkan apakah konten yang ditampilkan dalam program siaran dapat membawa manfaat bagi publik atau justru sebaliknya.
Belum lama ini, beredar konten video di TikTok mengemis online dengan cara mandi lumpur yang membuat masyarakat resah karena mengandung unsur eksploitasi orang lanjut usia (lansia). Bercermin pada kasus tersebut, Nuning mengingatkan agar lembaga penyiaran televisi tidak melakukan amplifikasi konten viral di media sosial yang berpotensi menimbulkan penyakit sosial di masyarakat.
"Kalau tidak (selektif), ini malah menjadi inspirasi bagi publik semakin banyak orang yang kemudian mandi lumpur, semakin banyak orang yang dipukul-pukul kepalanya pakai panci demi mendapatkan duit, followers, viewers dalam program live-nya, maka jangan pernah dilakukan," kata dia.
Menurut Nuning, konten viral yang dijadikan muatan program siaran televisi masih dimungkinkan apabila disajikan dalam rangka mengupas fenomena dengan menghadirkan narasumber kompeten atau para pakar di bidangnya.
Nuning juga menegaskan bahwa KPI mengawasi lembaga penyiaran dengan mengedepankan prinsip dasar perlindungan anak dan remaja. Hal ini dilakukan untuk kepentingan masa depan anak-anak.
Belum lama ini, seorang remaja yang dijuluki sebagai Fajar "Sadboy" juga ramai menjadi bahan pembicaraan di media sosial. Remaja ini dikenal dengan gaya tuturnya yang sesekali menangis saat menceritakan pengalaman patah hatinya.
Fajar "Sadboy" kemudian tampil sebagai bintang tamu di acara stasiun televisi. Kehadiran remaja ini sebagai narasumber di layar kaca memicu berbagai respons, termasuk Deddy Corbuzier yang mempertanyakan peran KPI.
Menjawab hal tersebut, Nuning menjelaskan bahwa anak tidak boleh dihadirkan sebagai narasumber di lembaga penyiaran dalam materi yang di luar kapasitas mereka, seperti musibah atau bencana, perceraian, perselingkuhan, konflik orang dewasa, dan hal-hal traumatik lainnya. Hal itu merujuk pada Standar Program Siaran (SPS).