Kamis 01 Dec 2022 19:44 WIB

Label BPA pada Air Minum Kemasan Dinilai tidak Diperlukan, Kenapa?

Air minum dalam kemasan umunnya sudah dikemaa secara aman oleh produsen.

Air minum dalam kemasan umunnya sudah dikemaa secara aman oleh produsen.
Foto: www.pixabay.com
Air minum dalam kemasan umunnya sudah dikemaa secara aman oleh produsen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kesehatan masyarakat Universitas Muhammadiyah Hamka (Uhamka) Dr Hermawan Saputra mengatakan, pelabelan Bisfenol A (BPA) pada kemasan air minum dalam kemasan (AMDK) galon yang berbahan polikarbonat atau PET belum diperlukan karena sudah ada rekomendasi pengemasan yang aman dari setiap produsen. "Rasanya para insinyur di bidang pembuatan pengemasan ini yang berkaitan dengan pemahaman tentang polikarbonat atau PET sudah tuntas bahwa dalam pembuatan galon itu sebenarnya memiliki efek yang sangat minimum dan sudah direkomendasikan aman untuk menjadi alat kemas," ucapnya dalam diskusi mengenai Polemik Pelabelan BPA AMDK Galon yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (1/12/2022).

Ia mengatakan, selama ini belum ada riset tentang bahaya penggunaan air minum dalam kemasan galon dan tidak ada dampak serius yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat. Belum ada bukti dan riset yang kuat yang menyatakan bahwa alat atau kemasan air minum kemasan berkaitan dengan adanya potensi toksisitas.

Baca Juga

"Kenapa kita harus menunjukkan suatu persoalan dan kebijakan baru padahal secara evidence belum ada laporan resmi, belum ada riset yang adekuat yang mengatakan bahwa memang pada alat air minum dalam kemasan ini berkaitan dengan adanya potensi toksisitas," ucapnya.

Hermawan mengatakan, jika rencana regulasi diterapkan itu bisa membuat masyarakat bingung. Karena pada dasarnya, masyarakat hanya mengonsumsi sesuatu yang dibutuhkan oleh keseharian yang menjadi bahan pokok, dan pada akhirnya mereka membeli hanya karena didasari kebutuhan.

Selain itu, kata dia, kebijakan yang menyangkut publik harus bersifat holistikbaik secara ekonomi, ekologi maupun sains. Jangan sampai kebijakan yang telah dibuat menjadi suatu ketidakpastian bagi masyarakat karena belum memiliki bukti yang pasti.

"Suatu kebijakan publik harus holistik secara ekonomi, ekologi dan sains. Kalau tidak ada bukti yang berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut dengan public evidence, maka kenapa juga perlu ada polemik untuk melakukan suatu kebijakan yang boleh jadi tidak lebih baik dari kebijakan yang sudah ada sebelumnya," ucap dia.

Ia meyakini protokol kesehatan yang diterapkan dalam industri dan produksi pengemasan berupa galon sudah melewati tahapan yang teregulasi dan sudah menjadi standar pada industri tersebut. Dengan demikian, yang bisa dilakukan masyarakat untuk tetap menjamin kesehatan dalam perilaku mengonsumsi air minum dalam kemasan adalah menjaga kebersihan dan kesehatan produk yang dikonsumsi.

"Yang bisa dilakukan berkaitan dengan personal hygiene dan juga bagaimana memahami cara penggunaan dan cara penyajian, serta memahami bagaimana menggunakan dan memilih material atau bahan untuk mereka konsumsi itu secara baik dan sehat," ucap Hermawan.

Akademisi yang juga Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) ini berharap ada budaya baru di masa mendatang jika memang kebijakan pelabelan BPA diterapkan sebagai antisipatif. Seperti melakukan riset yang menjadi acuan dan berdampak pada produksi berupa larangan atau anjuran, dan ada aturan yang tegas tentang regulasi penjualannya.

Selain itu, ia juga menekankan perlu adanya pembenahan sistem kesehatan transformasional yang menerapkan tata kelola kepemimpinan yang baik, pelayanan kesehatan yang baik, informasi yang tidak distorsi, dan memastikan menjaga keamanan dalam sistem teknologi kesehatan.

"Kita memang memiliki sifat antisipatif tetapi pelabelan bukan suatu opsi yang bijaksana," ucap Hermawan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement