Ahad 27 Nov 2022 14:44 WIB

Ubanan Saat Masih Muda, Betulkah Akibat Terlalu Banyak Mikir yang Berat-Berat?

Politikus PDIP Ganjar Pranowo termasuk orang yang beruban sejak masih muda.

Rep: Desy Susilawati, Adysha Citra Ramadani, Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tiba di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Senin (24/10/2022). Ganjar termasuk salah satu orang yang beruban sejak muda.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tiba di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Senin (24/10/2022). Ganjar termasuk salah satu orang yang beruban sejak muda.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa orang tumbuh uban sejak muda. Politikus PDIP Ganjar Pranowo, misalnya, dikabarkan mulai ubanan ketika masih berseragam abu-abu. Kini, ia telah berusia 54 tahun dan rambutnya sudah dominan putih.

Apa sebenarnya penyebab rambut beruban sebelum waktunya? Betulkah itu akibat terlalu sering mikirin yang berat-berat?

Baca Juga

Sebuah studi baru dari para peneliti di Columbia University Vagelos College of Physicians and Surgeons memberikan bukti kuantitatif yang menghubungkan stres psikologis dengan kemunculan uban. Kabar baiknya, para peneliti juga menemukan bahwa warna uban bisa dipulihkan kembali ketika stres hilang.

Ayelet Rosenberg, penulis pertama studi yang juga seorang mahasiswa di Picard Laboratory, mengembangkan metode baru untuk menangkap gambar yang sangat detail dari irisan kecil rambut manusia untuk mengukur tingkat hilangnya pigmen (beruban) di setiap irisan tersebut. Setiap irisan, sekitar 1/20 milimeter lebarnya, mewakili sekitar satu jam pertumbuhan rambut.

"Jika Anda menggunakan mata untuk melihat rambut, rambut akan tampak seperti warna yang sama kecuali ada transisi besar. Di bawah pemindai resolusi tinggi, Anda melihat variasi warna yang kecil dan halus, dan itulah yang kami ukur,” kata penulis studi senior, Martin Picard yang merupakan professor perilaku medis (Psikiatri dan neurologi) di Columbia University Vagelos College of Physicians and Surgeons.

Para peneliti menganalisis rambut individu dari 14 sukarelawan. Hasilnya dibandingkan dengan buku harian yang memuat masalah tiap sukarelawan, di mana individu diminta untuk meninjau kalender mereka dan menilai tingkat stres setiap pekan.

Ketika rambut disejajarkan dengan buku harian stres, hubungan mencolok antara stres dan rambut beruban terungkap. Lalu, dalam beberapa kasus, uban kembali berubah seiring hilangnya stres.

"Ada satu orang yang pergi berlibur, dan lima helai uban rambut di kepala orang itu kembali menggelap selama liburan," kata Picard.

Hanya saja, pigmentasi ulang rambut hanya mungkin untuk beberapa orang. Mengurangi stres dalam hidup adalah tujuan yang baik, tetapi itu tidak serta merta mengubah uban menjadi warna normal.

“Berdasarkan pemodelan matematika ini, kami pikir rambut perlu mencapai ambang batas sebelum berubah menjadi abu-abu. Pada usia paruh baya, ketika rambut mendekati ambang batas itu karena usia biologis dan faktor lainnya, stres akan mendorongnya melewati ambang batas dan transisi menjadi abu-abu," kata Picard.

Faktor genetik

Sementara itu, dikutip dari laman Express, menurut sains, genetik adalah penentu terbesar rambut beruban. Di samping itu, ilmuwan mengungkap bahwa kekurangan nutrisi mungkin juga terlibat.

Rambut beruban adalah ciri utama penyakit autoimun. Di samping itu, faktor lain seperti stres dan merokok juga turut memengaruhi.

Studi juga menunjukkan peran faktor lingkungan seperti sinar ultraviolet, iklim, dan kekurangan elemen nutrisi pada orang muda dengan rambut beruban. The International Journal of Trichology menulis pada tahun 2016, meskipun penyebab utama uban dini dianggap genetik, faktor lingkungan tertentu juga berperan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement