REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis penyakit dalam subspesialisasi gastroenterologi hepatologi dr. Nenny Agustanti, SpPD-KGEH, mengatakan, kondisi diabetes yang tidak terkontrol dan telah berlangsung selama bertahun-tahun dapat menyebabkan komplikasi pada lambung berupa gangguan gastroparesis. "Gastroparesis diabetik itu merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada pasien diabetes yang tidak terkontrol gulanya dan juga diabetes ini sudah lama kira-kira 10-20 tahunan," kata dokter dari Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) Kota Bandung unit RSHS itu dalam bincang virtual yang diikuti di Jakarta, Jumat (11/11/2022).
Dia menjelaskan, gastroparesis diabetik merupakan salah satu gejala atau komplikasi kencing manis yang menyerang saraf otonom. Prinsip gastroparesis yaitu adanya keterlambatan waktu pengosongan lambung.
Walaupun gangguan waktu pengosongan lambung bisa terjadi tidak hanya pada pasien diabetes, Nenny mengatakan gangguan tersebut sepertiganya disebabkan oleh diabetes. Menurut dia, tidak semua pasien diabetes akan mengalami komplikasi ini namun biasanya menyerang pada diabetes melitus tipe 1 dan 2.
Gastroparesis diabetik, kata dia, kalah populer atau jarang dikenali masyarakat awam dibanding penyakit komplikasi diabetes lainnya seperti penyakit jantung koroner maupun stroke. Padahal, kondisi gastroparesis diabetik juga sama-sama berbahaya yang akan mengganggu kualitas hidup seseorang.
"Kadang-kadang kalau yang parah banget, pasien tidak bisa makan. Justru ini kan berbahaya juga, jadi berat badannya bisa turun. Pasien bisa malnutrisi, ada malvitamin atau defisiensi kekurangan vitamin, atau misalnya ada gangguan elektrolit. Tentu saja ini akan membahayakan juga," kata Nenny.
Dia menjelaskan, gejala yang sering dialami pasien diabetes dengan komplikasi gastroparesis di antaranya mual, muntah, dan kembung terutama setelah makan. Kemudian pasien merasa cepat kenyang, mengeluh rasa tidak nyaman di perut, hingga berat badan turun.
"Gastroparesis itu adanya gangguan persarafan di lambung. Boleh dikatakan itu baal-baal (mati rasa) di lambung. Jadi baal-baal di lambung konsekuensinya, ya, itu. Yang paling sering mual, muntah, cepat kenyang, kembung, penuh setelah makan," katanya.
Nenny mengatakan, dibutuhkan ketelitian dan kejelian dari seorang dokter untuk menegakkan diagnosis gastroparesis diabetik mengingat gejala-gejala tersebut mirip dengan gerd atau masalah lambung lainnya.
Gejala-gejala klinis tersebut juga mirip dengan efek samping penggunaan obat-obatan tertentu pada pasien diabetes. Selain itu, pasien yang pernah mengalami operasi perlengketan usus juga bisa mengalami gejala serupa.
Oleh sebab itu, Nenny mengingatkan, terutama kepada para dokter lainnya untuk tidak meremehkan gastroparesis diabetik karena penanganannya berbeda dengan masalah lambung lainnya. "Dokter pasti harus aware tentang pasien diabetes ini. Kenapa pasien ini, kok, gula darahnya, terutama gula darah setelah makan jadi tidak teratur atau fluktuatif. Nah, itu merupakan salah satu gejala awal dari gastroparesis diabetik," kata Nenny.
Untuk memastikan apakah pasien diabetes mengalami gastroparesis, dia mengatakan dibutuhkan pemeriksaan waktu pengosongan lambung dengan menggunakan pemeriksaan berteknologi nuklir yang disebut gastric emptying scintigraphy.
"Ini (gastric emptying scintigraphy) mungkin tidak tersedia juga di berbagai pusat kesehatan, jadi mungkin di kota-kota besar saja yang ada untuk pemeriksaan seperti ini. Tetapi hal ini mungkin dibutuhkan untuk kejelian dokter untuk melakukan diagnostik," kata Nenny.