REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penderita depresi memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami demensia di usia lanjut. Akan tetapi, mengobati kondisi depresi bisa membantu menurunkan risiko tersebut.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengategorikan demensia sebagai penyakit yang menyebabkan kematian ketujuh terbanyak di dunia. Per 2022, diperkirakan ada sekitar 55 juta orang di dunia yang hidup dengan demensia.
Demensia dapat memengaruhi penderitanya dengan berbagai cara, mulai dari fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi. Tak hanya itu, demensia juga turut memberikan dampak bagi orang-orang di sekitar pasien demensia, seperti pengasuh dan keluarga.
Mengingat demensia belum bisa disembuhkan, upaya pencegahan menjadi sebuah prioritas. Menurut beberapa studi, salah satu faktor yang bisa meningkatkan risiko demensia adalah depresi.
Oleh karena itu, terapi pengobatan yang tepat dan cepat untuk depresi bisa turut membantu upaya pencegahan demensia. Hal ini didukung oleh temuan dalam studi terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti dari Fudan University.
Studi yang dipublikasikan dalam Biological Psychiatry ini melibatkan data dari 354.313 partisipan berusia 50-70 tahun yang termuat dalam UK Biobank. Sebanyak 46.280 partisipan terdiagnosis mengalami depresi.
Di antara partisipan-partisipan yang mengalami depresi ini, sebanyak 725 di antaranya terdiagnosis dengan demensia selama periode pemantauan. Hasil studi mengonfirmasi bahwa depresi dapat meningkatkan risiko demensia secara signifikan. Partisipan yang mengalami demensia memiliki risiko 51 persen untuk terdiagnosis dengan demensia dibandingkan partisipan yang tidak depresi.