Alasan lainnya terkait dengan ketergantungan ekonomi yang berpengaruh besar terhadap keputusan korban KDRT untuk tetap bertahan dalam rumah tangga yang penuh kekerasan. Sebab, korban KDRT khawatir apabila bercerai, dia tidak akan mampu membiayai dan menghidupi anak-anaknya.
Menurut Kasandra, banyak orang berpikir, bertahan dalam keluarga yang utuh mampu membuat kehidupan anak lebih baik dan bahagia. Kenyataannya, anak cenderung akan meniru apa yang mereka lihat dalam hubungan orang tua mereka.
"Ketika anak melihat ibunya menjadi korban kekerasan, anak akan belajar hal yang salah tentang pernikahan," ujarnya.
Dampaknya, menurut Kasandra, ke depan anak mungkin akan berpikir bahwa pernikahan bukanlah hal yang menyenangkan. Hal itu akan membuatnya menjadi trauma berkepanjangan dan kemungkinan anak akan sulit menjalin hubungan saat mereka beranjak dewasa.
"Bercerai memang bukan solusi yang menyenangkan dan bukan tujuan akhir dari suatu pernikahan, tetapi untuk korban KDRT yang sering mengalami kekerasan fisik berat, mungkin bercerai menjadi salah satu pilihan alternatif solusi untuk memutus mata rantai kekerasan," ujarnya.