Senin 03 Oct 2022 20:04 WIB

Pelajaran dari Kanjuruhan: Sportivitas-Rivalitas Sehat Perlu Diajarkan Sejak Kecil

Sportivitas dan rivalitas sehat berarti suporter bisa menerima ketika timnya kalah.

Para pemain dan ofisial Arema FC berkumpul di lapangan untuk menyampaikan belasungkawa kepada para korban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, Indonesia, 3 Oktober 2022. Psikolog dan sosilog mengingatkan pentingnya mengajarkan sportivitas dan rivalitas sehat sejak masih kecil.
Foto: EPA-EFE/MAST IRHAM
Para pemain dan ofisial Arema FC berkumpul di lapangan untuk menyampaikan belasungkawa kepada para korban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, Indonesia, 3 Oktober 2022. Psikolog dan sosilog mengingatkan pentingnya mengajarkan sportivitas dan rivalitas sehat sejak masih kecil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog klinis forensik Kasandra Putranto menjelaskan perlunya memberikan pemahaman mengenai rivalitas yang sehat sejak dini. Itu penting untuk menciptakan suasana pertandingan olahraga yang kondusif.

"Harus ada pendidikan sejak dini," ujar Kasandra saat dihubungi oleh Antara Senin (3/10/2022).

Baca Juga

Pemahaman terkait rivalitas yang sehat untuk level suporter artinya tidak hanya mendukung ketika sebuah tim olahraga memenangkan pertandingan saja, namun juga ketika tim yang didukungnya mengalami kekalahan hal itu juga harus diterima. Hal itu disampaikan Kasandra terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang usai klub sepak bola Arema Malang mengalami kekalahan dari Persebaya, di mana terjadi ketidakpuasan hasil akhir yang memicu reaksi dari suporter.

Senada dengan pendapat Kasandra tersebut, sosiolog dari UI Ida Ruwaida juga berpendapat hal yang serupa. Salah satu cara untuk mencegah kembali terulangnya insiden serupa seperti tragedi Kanjuruhan diperlukan edukasi yang tepat kepada para pecinta olahraga mengenai sportivitas dan rivalitas sehat.

"Memang perlu edukasi dan penyadaran kepada para suporter, panitia, maupun pihak-pihak terkait. Hal ini harus dilakukan secara berlapis, sistematis, dan intens. Termasuk melibatkan berbagai kalangan seperti sekolah, pemuka agama, media, hingga peer groups. Hal ini mengingat latar belakang suporter juga beragam, baik dari usia, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, serta area tinggal," ujar Ida.

Adapun terkait dengan tragedi Kanjuruhan baik Kasandra dan Ida pun sepakat tidak hanya dari segi suporter yang perlu di evaluasi tapi juga pihak penyelenggara hingga petugas keamanan. Kasandra berpendapat evaluasi bisa dimulai dari pihak panitia penyelenggara yang tidak mengikuti prosedur operasi standar (SOP) mulai dari jumlah tiket yang dicetak melebihi kapasitas hingga waktu pertandingan yang diundur.

Selain itu, dari segi petugas keamanan evaluasi bisa dilakukan terkait dengan penggunaan gas air mata serta cara penanganan yang berakhir tidak mampu membendung massa. Sementara Ida berpendapat, dari segi penyelenggara seharusnya evaluasi dalam tragedi Kanjuruhan juga memperhitungkan aspek psikologis massa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement