REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan RI menetapkan sasaran Vaksin Monkeypox diberikan kepada populasi berisiko tinggi untuk mencegah penularan serta gejala berat saat terinfeksi cacar monyet. "Sasaran, menurut epidemiolog, adalah orang berisiko tinggi sehingga perlu divaksin. Jadi nanti dilihat populasi yang perlu divaksin," kata Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan (Dirjen Farmalkes) Kemenkes RI Rizka Andalusia saat dijumpai di Gedung Sujudi Kantor Kemenkes RI, Jakarta, Kamis (15/9/2022).
Ia mengatakan, Kemenkes telah melakukan kontrak pemesanan 2.000 dosis Vaksin Monkeypox yang diperkirakan tiba di Indonesia pada tahun ini. Rizka mengatakan, vaksinasi akan diarahkan pada masyarakat sasaran yang belum pernah terinfeksi Virus Monkeypox.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menetapkan cacar monyet sebagai keadaan darurat kesehatan global. WHO menyebut ada tiga kelompok orang yang paling rentan tertular cacar monyet, di antaranya orang yang tinggal dengan atau memiliki riwayat kontak erat (termasuk kontak seksual) dengan seseorang yang terinfeksi monkeypox, atau yang memiliki kontak rutin dengan hewan yang dapat terinfeksi.
Tenaga kesehatan juga memiliki risiko sehingga perlu untuk selalu menerapkan prosedur PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi). Kemudian, bayi baru lahir, anak-anak, dan orang dengan gangguan kekebalan tubuh berisiko mengalami gejala-gejala lebih serius dan kematian akibat monkeypox. Terkait pasokan obat-obatan bagi pasien Monkeypox, Rizka mengatakan Indonesia sudah mendatangkan Cidofovir untuk cacar monyet dari Singapura.
"Karena kasus tidak banyak (di Indonesia), kami pusatkan penyimpanan obat Cidofovir di gudang farmasi pusat Kemenkes," katanya.
Di Indonesia dilaporkan terdapat 42 kasus, diduga Monkeypox yang dihimpun Kemenkes hingga 30 Agustus 2022, satu di antaranya terkonfirmasi Monkeypox dan telah dinyatakan sembuh, 38 terkonfirmasi bukan Monkeypox dan tiga lainnya sedang dalam proses penelitian.