REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Personel Pink Floyd, Roger Waters, membela diri setelah dia menyebut Presiden Joe Biden penjahat perang. Rocker yang sangat politis itu tidak menahan diri ketika memperdebatkan keputusannya untuk memasukkan pemimpin AS berusia 79 tahun itu sebagai penjahat perang dalam konser tur "This Is Not a Drill".
Konser dibuka dengan pernyataan tegas, "Jika Anda salah satu dari mereka yang suka Pink Floyd tetapi tidak tahan dengan aktivitas politik Roger, Anda sebaiknya pergi ke bar," kata Waters ketika mengecam Biden karena menyalakan api di Ukraina di tengah invasi berkelanjutan Rusia.
Waters kemudian mengatakan kepada Michael Smerconish penyiar CNN bahwa Biden telah menyulut api di Ukraina dan itu adalah kejahatan besar. Ia kemudian mempertanyakan mengapa Amerika tidak bertindak sebagai penengah di antara konflik Rusia dan Ukraina.
"Mengapa Amerika Serikat tidak mendorong (Volodymyr) Zelensky untuk bernegosiasi meniadakan kebutuhan akan perang yang mengerikan dan membunuh.. kami tidak tahu berapa banyak orang Rusia," kata penyanyi kelahiran Inggris itu, seperti dilansir AceShowbiz, Selasa (9/8/2022).
Menanggapi Waters, Smerconish kemudian menilai bahwa dia keliru menyalahkan pihak yang diserang. Namun, Waters bersikeras bahwa NATO dan Amerika-lah yang menyulut konflik antara kedua negara tersebut.
"Yah, perang apa pun, kapan itu dimulai? Lihatlah sejarah. Bisa dibilang itu dimulai pada tahun 2008, perang ini pada dasarnya adalah tentang aksi dan reaksi NATO mendorong sampai ke perbatasan Rusia, yang sebelumnya berjanji tidak akan mereka lakukan," kata Waters.
Waters kemudian mengungkapkan bahwa Rusia perlu dibela karena telah melindungi dunia dari ancaman Nazi. "Anda masuk ke Perang Dunia 2 karena Pearl Harbor. Anda benar-benar orang yang sebelumnya mengisolasi diri. Syukurlah Rusia telah memenangkan perang berdarah saat itu. Dua puluh tiga juta orang Rusia tewas, melindungi Anda dan saya dari ancaman Nazi," jelas dia.