REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- David Bennett merupakan manusia pertama di dunia yang menerima transplantasi jantung dari babi. Bennett tutup usia pada 8 Maret 2022, sekitar dua bulan setelah hidup dengan jantung barunya. Apa penyebab kematian Bennett?
"Temuan kami pada autopsi tidak menunjukkan adanya bukti reaksi penolakan (tubuh terhadap jantung babi)," jelas peneliti dan profesor di bidang transplantasi dari Maryland School of Medicine, Dr Bartley Griffith, seperti dikutip dari NBC News, Sabtu (9/7/2022).
Bennett merupakan pasien dengan gangguan irama jantung atau aritmia yang mengancam jiwa. Sebelum menjalani prosedur transplantasi jantung babi, Bennett bahkan sempat dirawat di rumah sakit selama enam pekan akibat aritmia yang dideritanya.
Selama perawatan tersebut, Bennett harus terhubung dengan mesin bypass jantung-paru. Pada saat itu, Bennett sudah mengidap gagal jantung stadium akhir dan tidak memenuhi kualifikasi untuk menjalani prosedur transplantasi jantung yang biasa.
Berdasarkan autopsi, diketahui bahwa penyebab kematian Bennett bukanlah reaksi penolakan tubuh terhadap jantung babi yang dia terima melainkan gagal jantung. Hal ini diketahui dari ditemukannya penebalan dan kekakuan pada otot jantung Bennett yang kemudian memicu terjadinya gagal jantung diastolik.
"Yang artinya, otot jantungnya tak mampu mengendur dan mengisi jantung dengan darah sebagaimana mestinya," jelas Dr Griffith.
Menurut Dr Griffith, gagal jantung ini mungkin terjadi karena Bennett harus mengonsumsi obat untuk mencegah terjadinya reaksi penolakan dan infeksi. Obat ini kemungkinan memicu kerusakan pada otot jantung.
"Jantungnya juga diketahui memiliki bukti adanya DNA virus babi yang tersembunyi bernama porcine cytomegalovirus (pCMV)," ungkap Dr Griffith.
Jejak keberadaan virus tersebut diketahui setelah tim peneliti melakukan pengetesan yang sangat sensitif. Keberadaan virus ini sebenarnya sudah terdeteksi sejak Bennett masih hidup, yaitu beberapa pekan setelah operasi transplantasi dilakukan.
"Itu kemudian terkonfirmasi saat autopsi pada organ dilakukan," jelas tim peneliti.
Belum diketahui apakah virus ini turut memicu kerusakan pada jantung Bennett. Tim peneliti masih melakukan investigasi untuk menguak faktanya.
"Kami melihat ini sebagai pembelajaran yang penting. Menyadari apa yang kami ketahui saat ini, kami akan mengubah beberapa penerapan dan teknik kami di masa mendatang," pungkas peneliti lainnya, Dr Muhammad M Mohiuddin.