REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi mengungkapkan vaksin Covid-19 mencegah hampir 20 juta kematian pada tahun pertama setelah diperkenalkan. Studi yang dipublikasikan di The Lancet Infectious Diseases, didasarkan pada data dari 185 negara dan wilayah yang dikumpulkan dari 8 Desember 2020 hingga 8 Desember 2021.
"Ini adalah upaya pertama untuk memperkirakan jumlah kematian yang dicegah secara langsung dan tidak langsung sebagai akibat dari vaksinasi Covid-19. Ditemukan bahwa 19,8 juta kematian dicegah dari potensi 31,4 juta kematian yang akan terjadi jika tidak ada vaksin yang tersedia. Itu adalah pengurangan 63 persen," kata studi tersebut dikutip dari channelnewsasia pada Selasa (28/6).
Studi ini menggunakan angka resmi atau perkiraan ketika data resmi tidak tersedia untuk kematian akibat Covid-19 serta total kelebihan kematian dari masing-masing negara. Kelebihan kematian adalah perbedaan antara jumlah orang yang meninggal karena semua penyebab dan jumlah kematian yang diharapkan berdasarkan data masa lalu.
Analisis ini dibandingkan dengan skenario alternatif hipotetis di mana tidak ada vaksin yang diberikan. Model memperhitungkan variasi dalam tingkat vaksinasi di seluruh negara, serta perbedaan efektivitas vaksin berdasarkan jenis vaksin yang diketahui telah digunakan terutama di setiap negara.
"China tidak dimasukkan dalam penelitian ini karena populasinya yang besar dan tindakan penahanan yang ketat yang akan mengacaukan hasil," kata studi.
Studi ini menemukan bahwa negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah menyumbang jumlah kematian terbesar yang dapat dihindari, 12,2 juta dari 19,8 juta, yang mencerminkan ketidaksetaraan dalam akses ke vaksin di seluruh dunia.
Hampir 600.000 kematian tambahan dapat dicegah jika tujuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk memvaksinasi 40 persen dari populasi masing-masing negara pada akhir tahun 2021 telah terpenuhi.
Sementara itu, Penulis Utama Studi Oliver Watson dari Imperial College London mengatakan jutaan nyawa mungkin telah diselamatkan dengan membuat vaksin tersedia untuk orang-orang di seluruh dunia.
"Kami bisa berbuat lebih banyak," kaa dia.
Diketahui, WHO mengatakan Covid-19 secara resmi telah menyebabkan kematian lebih dari 6,3 juta orang secara global. Namun, organisasi itu mengatakan bulan lalu jumlah sebenarnya bisa mencapai 15 juta, ketika semua penyebab langsung dan tidak langsung diperhitungkan.
Angka tersebut sangat sensitif karena mencerminkan penanganan krisis oleh otoritas di seluruh dunia. Virus ini meningkat lagi di beberapa tempat, termasuk di Eropa, yang mengalami kebangkitan cuaca hangat yang sebagian disebabkan oleh subvarian Omicron.