REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Subvarian omicron baru yang dominan di Amerika Serikat, BA.4 dan BA.5, disinyalir bisa menghindari proteksi vaksin dan kekebalan usai infeksi. Hal itu diungkap para ilmuwan dari Harvard Medical School Beth Israel Deaconess Medical Center (BIDMC).
Kedua subvarian tersebut baru-baru ini menyebabkan gelombang infeksi di Afrika Selatan dan Inggris. Di Amerika Serikat, BA.5 menjadi subvarian dominan (seperempat dari infeksi Covid-19 pekan lalu), sedangkan BA.4 dijumpai pada 11 persen kasus baru.
Dalam analisisnya, tim mencermati perlindungan antibodi 54 individu terhadap berbagai subvarian omicron. Sebanyak 27 peserta telah divaksinasi dan mendapat booster) Pfizer-BioNTech. Sejumlah 27 lainnya terinfeksi subvarian BA.1 atau BA.2 omicron rata-rata 29 hari sebelumnya, kecuali satu peserta yang baru saja terinfeksi.
Para peneliti menguji respons imun peserta terhadap subvarian BA.1, BA.2, BA.4, dan BA.5, serta sampel galur asli Covid-19. Enam bulan setelah dua dosis imunisasi awal, tingkat antibodi rata-rata terhadap galur asli tercatat 21 kali lebih tinggi dibandingkan dengan subvarian omicron BA.4 dan BA.5.
Dua pekan setelah suntikan booster, tingkat antibodi meningkat secara substansial, tetapi tetap tiga kali lebih tinggi terhadap subvarian BA.1 dan BA.2 dibandingkan dengan BA.4 dan BA.5. Kekebalan yang diperoleh melalui infeksi dengan subvarian BA.1 atau BA.2 omicron juga jauh kurang efektif terhadap BA.4 dan BA.5 dibandingkan dengan subvarian sebelumnya.
Selanjutnya, para ilmuwan mengamati penurunan tiga kali lipat tingkat antibodi terhadap BA.4 dan BA.5 dibandingkan dengan subvarian BA.1. Menurut para peneliti, data mereka menunjukkan bahwa subvarian BA.4 dan BA.5 secara substansial lolos dari antibodi penetralisir yang dibawa vaksinasi dan infeksi.
Mereka menambahkan bahwa temuan tersebut menunjukkan varian omicron terus berkembang. Studi memberikan konteks imunologis untuk lonjakan kasus baru yang disebabkan oleh subvarian BA.4 dan BA.5 pada populasi dengan frekuensi tinggi vaksinasi, serta kasus infeksi BA.1 atau BA.2.
Temuan hadir setelah sebuah penelitian di Cina yang terbit di jurnal //Lancet Infectious Diseases// menarik kesimpulan serupa tentang kemampuan BA.4 dan BA.5 untuk menghindari kekebalan. Dalam studi berbeda itu, para ilmuwan mempelajari tingkat antibodi pada lebih dari 100 orang untuk memeriksa bagaimana variasi respons imun ketika dihadapkan dengan subvarian omicron BA.1, BA.2, BA.2.11, BA.2.12.1, BA.2.13, BA.4, dan BA.5.
Riset ilmuwan Cina menemukan bahwa pada orang yang telah menerima dua dosis vaksin Covid-19 Sinopharm, tingkat antibodi menurun drastis ketika harus melawan subvarian Omicron. Itu jika dibandingkan dengan proses penetralan jenis virus sebelumnya.
"Kami menemukan bahwa dua dosis (Sinopharm) menginduksi antibodi penetral yang terdeteksi terhadap mutasi protein lonjakan D614G pada 21 (84 persen) individu, tetapi aktivitas penetralan terhadap subvarian omicron tidak atau hanya terdeteksi secara minimal," kata para peneliti pada studi di Cina.
Di antara 18 peserta yang telah mengalami infeksi BA.1, para peneliti mengamati tingkat antibodi yang sama terhadap jenis virus asli yang dihasilkan sebagai respons terhadap semua subvarian omicron. Sementara, infeksi terobosan BA.4 dan BA.5 menghasilkan respons sistem kekebalan dengan antibodi tiga kali lebih sedikit. Infeksi terobosan yang disebabkan oleh BA.2.2 menyebabkan respons imun yang lebih rendah terhadap semua subvarian omicron, dikutip dari laman Fortune, Selasa (28/6/2022).