REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjaga tekanan darah tidak lebih dari 140/90 mmHg untuk menghindari penyakit kardiovaskular, stroke, dan ginjal kronis. "Tekanan darah harus dikendalikan. Hal itu karena hipertensi menyebabkan penyakit kardiovaskular, stroke, dan ginjal kronis, dan itu hasil penelitian sudah konsisten," katanya dalam acara "Peringatan Hari Hipertensi Dunia" yang diikuti di Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Ia menambahkan, masyarakat perlu menghambat tekanan darah supaya tidak meningkat melebihi 140/90 mmHg. "Pertahankan bagi mereka yang tidak hipertensi. Karena peningkatan tekanan darah sebesar 20/10 maka kematian karena stroke akan meningkat lebih dari dua kali lipat, dan kematian akibat jantung koroner akan dua kali lipat lebih tinggi walaupun pasien belum hipertensi," katanya.
Ia mengatakan, hipertensi telah menjadi isu global, karena dalam tiga dekade di dunia, tidak terlihat adanya penurunan prevalensi. "Demikian juga di Indonesia mulai dari tahun 2007 sampai 2018, prevalensinya masih berkisar di atas sekitar 34 persen," katanya.
Ia menambahkan, penyakit yang berhubungan dengan hipertensi itu menghabiskan biaya penyakit katastropik yang cukup besar. "Itu harus dihindari dengan cara menurunkan tekanan darah pada pasien yang sudah hipertensi," katanya.
Ia memaparkan salah satu cara mengendalikan tekanan darah bagi yang sudah hipertensi yakni dengan mengubah gaya hidup sehat dengan atau tanpa terapi obat. Batasi garam sedapat mungkin, kurangi konsumsi alkohol. Lalu olahraga teratur minimal 30 menit per hari dan sedapat mungkin tiap hari.
Dalam kesempatan sama, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM)Kemenkes, Elvieda Sariwati mengatakan, persentase penyakit tidak menular penyebab kematian terbanyak di Indonesia yakni stroke 19,4 persen. Diikuti kardiovaskular sebesar 14,4 persen (salah satunya hipertensi), kanker 13,5 persen, dan diabetes melitus (DM) dan komplikasinya 6,2 persen.
Sementara dari sisi pembiayaan, lanjut dia, kardiovaskular menjadi penyakit tidak menular yang memiliki pembiayaan kesehatan terbesar, yakni sebesar Rp8,2 triliun. Diikuti kanker Rp3,1 triliun, stroke Rp2,1 triliun, dan gagal ginjal Rp1,9 triliun. "Kardiovaskular ternyata penyakit yang memakan pembiayaan yang besar," demikian kata Elvieda.