REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan pada Kamis (12/5/2022) mengonfirmasi bahwa sudah ada tujuh laporan kematian anak yang diduga akibat hepatitis akut misterius. Merujuk definisi WHO, ada tiga klasifikasi terkait hepatitis akut, yakni konfirmasi, probable, dan Epi-linked.
"Di Indonesia, secara kasusnya memang ada yang dilaporkan, tetapi apakah termasuk bagian kasus hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya, masih diselidiki," kata dokter spesialis anak Ade Rachmat Yudiyanto dalam webinar yang digelar Dompet Dhuafa bertajuk "Penyakit Hepatitis Virus Akut pada Anak beserta Pencegahan dan Penanganannya", Kamis (12/5/2022).
Dr Ade menyerukan untuk tidak melihat kasus di Indonesia sebagai sesuatu yang mengerikan. Ia mengajak untuk memandangnya sebagai kasus yang perlu diwaspadai.
"Suatu kasus dikatakan probable bila memenuhi sejumlah syarat antara lain hepatitis akut terbukti, tidak diketahui penyebabnya, bukan penyebab hepatitis virus A, B, C, D, dan E," jelas
Menurut dr Ade, kasus probable juga harus didukung oleh data-data yang lain. Pemeriksaan laboratorium harus memperlihatkan kadar SGOT atau SGPT lebih dari 500 IU/L, gejalanya terjadi pada usia di bawah 16 tahun, dan kasus ditemukan di atas tanggal 1 Oktober 2021.
Sementara itu, suatu kasus akan dikatakan Epi-linked atau kontak erat dengan penderita hepatitis akut di segala usia. Epi-linked juga menyangkut orang yang melakukan kontak erat dengan kasus probable di atas 1 Oktober 2021.
Dr Ade menganjurkan agar orang tua sebaiknya tidak panik bila menemukan gejala awal hepatitis pada anak. Gejala awal hepatitis ialah diare, mual, muntah, sakit perut dan dapat disertai demam ringan.
"Kalau ada gejala, jangan panik. Segera bawa pasien ke puskesmas dan rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan lanjutan," ujar dr Ade.
Bila gejala hepatitis muncul, selain berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, maka orang tua juga perlu memastikan anak beristirahat total. Jaga asupan cairan anak dan ion tubuh cukup agar tidak jatuh dalam kondisi dehidrasi atau kekurangan cairan yang pada jangka panjang bisa membahayakan kesehatan.
Sementara untuk makanan, tidak ada pembatasan khusus. Tetaplah berpedoman pada prinsip gizi seimbang.
"Istirahat total. Semua aktivitas dilakukan di tempat tidur," kata dr Ade.
Menurut dr Ade, orang tua sebaiknya tak menunggu gejala lanjutan muncul, seperti kulit dan mata kuning hingga penurunan kesadaran yang dapat pada akhirnya mengharuskan pasien dirawat di Unit Perawatan Intensif (ICU). Dalam kasus parah, bahkan anak akan memerlukan cangkok hati.