REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tradisi menyampaikan cerita sudah ada turun-temurun dalam masyarakat Indonesia. Dongeng sebelum tidur serta pewarisan cerita rakyat dari mulut ke mulut merupakan hal yang tidak asing.
Menurut Dimasta dari Ardan Radio, itu turut memengaruhi perkembangan program drama radio, atau yang kini lebih dikenal dengan sebutan drama audio. Masyarakat Indonesia senang bercerita dan mendengarkan cerita.
Menilik sejarah, sandiwara radio di Indonesia menuai popularitas pada era 1980-an, utamanya lewat program "Tutur Tinular" serta "Saur Sepuh". Banyak kisah menarik bermula dari drama radio.
"Dulu pengisi suara sandiwara radio penggemarnya banyak banget, sampai meet and greet karena orang-orang ingin tahu siapa yang memerankan. Pada 1990-an, konten dikemas dalam bentuk kaset, sampai ada posternya," ujar Dimasta.
Aspek audio dinilai Dimasta sangat penting untuk sebuah konten. Dia mencontohkan, sinema horor atau film bergenre komedi apabila tidak memiliki audio akan terasa kurang keseruannya.
Memang sebesar itu pengaruh audio terhadap konten. Akan tetapi, perlu juga didukung dengan penulisan naskah yang baik serta deskripsi mendetail supaya mampu menjadi stimulus imajinasi bagi pendengar.
Dia yakin tren menyimak drama audio akan terus mengemuka. Terlebih, untuk menikmati drama audio bisa sambil mengerjakan hal lain, seperti sambil menyetir, memasak, ngopi, atau saat ngabuburit di bulan Ramadhan.
Pada acara media #NgabuburitDiSpotify, Selasa (29/3/2022), Dimasta menyampaikan bahwa drama dalam format audio itu berkembang seiring perubahan zaman. Jika dahulu masyarakat menyimak lewat radio, kini ada kanal digital yang memfasilitasinya, salah satunya Spotify.
Meski medium untuk menyimaknya bergeser, kekuatan drama audio tidak surut. Masih banyak orang yang menggemarinya, berkat keunggulan theatre of mind yakni kemampuan menghadirkan imajinasi di benak pendengar.
Bahkan, dengan perkembangan teknologi, banyak orang kian kreatif untuk menciptakan konten drama audio. Cerita yang disampaikan beragam, misalnya cerita horor, detektif, hingga romansa.
Pengalaman menyimaknya pun semakin mengasyikkan. "Dengan teknologi, audionya bisa dibikin lebih keren, kualitasnya jernih sehingga lebih oke. Itu bisa memicu banyak orang mencoba-coba membuat drama audio," ujar Dimasta.