Kamis 16 Dec 2021 17:41 WIB

Kemenkes: Sunat Perempuan Merugikan Perempuan

Kemenkes tidak merekomendasikan sunat perempuan.

Bayi baru lahir (ilustrasi). Kementerian Kesehatan tidak merekomendasikan sunat pada perempuan karena dinilai merugikan perempuan.
Foto:

Pandangan ulama

Dalam kesempatan terdahulu, ahli fikih yang juga direktur Rumah Fiqih Indonesia (RFI) ustaz Ahmad Sarwat menjelaskan, ada dalil untuk khitan bagi anak perempuan, baik yang mengacu pada Alquran maupun hadist. Namun, para ulama fikih berbeda pendapat mengenai hukum sunat tersebut.

"Ada yang mengatakan wajib, tidak wajib, dan ada juga yang memandang, itu pemuliaan atas perempuan," kata ustaz Ahmad Sarwat, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id.

Ustaz Ahmad menjelaskan, dasar pensyariatan khitan mengacu pada Alquran surah an-Nahl ayat 123. Artinya, "Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): ‘Ikutilah agama Ibrahim, seorang yang hanif’ dan bukanlah dia (Ibrahim) termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan."

Ada pula hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Rasulullah SAW bersabda, "Khitan itu sunah buat laki-laki dan memuliakan buat perempuan" (HR Ahmad dan Baihaqi).

Hadits lainnya diriwayatkan dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda, "Nabi Ibrahim AS berkhitan saat berusia 80 tahun dengan kapak" (HR Bukhari dan muslim).

Selain itu, hadits Nabi SAW yang diriwayatkan dari Aisyah RA: "Potonglah rambut kufur darimu dan berkhitanlah" (HR. Muslim).

Dalil-dalil tersebut menunjukkan dasar pelaksanaan khitan. Namun, khususnya bagi anak perempuan, para ulama fikih dari empat mazhab berbeda pendapat.

Mazhab Syafii berpandangan, hukum khitan ialah wajib atas laki-laki dan perempuan. Adapun mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali tidak memandang khitan atas perempuan dari sisi hukum taklifi, melainkan afdhaliyyah (keutamaan).

"Ketiga mazhab tersebut (Hanafi, Maliki, dan Hanbali) mengatakan bahwa khitan yang dilakukan pada anak perempuan merupakan tindakan pemuliaan Islam atas perempuan," jelas ustaz Ahmad.

Cara tepat khitan perempuan

Pelarangan khitan perempuan muncul terkait masalah prosedur yang dilakukan di beberapa negara yang bisa merusak organ vital perempuan. Hal itu juga dianggap mengganggu hak asasi manusia perempuan.

Sebenarnya bagaimana cara tepat khitan perempuan secara medis dan sesuai syariat Islam? Dr Valleria SpOG menjelaskan khitan perempuan sesuai syariat Islam, yakni dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda kepada Ummu Athiyah RA, "Apabila Engkau mengkhitan wanita, sisakanlah sedikit dan jangan potong (bagian kulit klitoris) semuanya karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami." (HR Al Khatib dalam Tarikh5/327, dinilai shahih oleh Syekh al-Albani dalam Ash-Shahihah).

Khitan perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris, tanpa melukainya. Khitan perempuan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, yaitu dokter, bidan, dan perawat yang telah memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.

"Yang melakukan khitan pada perempuan diutamakan adalah tenaga kesehatan perempuan," ujar dr Valleria.

Dalam melaksanakan khitan perempuan, menurut dr Valleria, tenaga kesehatan harus mengikuti prosedur tindakan, antara lain cuci tangan pakai sabun, menggunakan sarung tangan, melakukan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris (frenulum klitoris) dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai dari sisi mukosa ke arah kulit, tanpa melukai klitoris.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement