REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menyebut sejumlah negara yang terjangkit varian baru omicron (B.1.1.529) menerapkan langkah mitigasi beragam. Mitigasi tersebut dilakukan pada mobilitas penduduk untuk mengantisipasi lonjakan kasus.
"Sebagian besar negara di dunia, terlebih yang sedang meningkat saat ini segera mengambil langkah antisipasi untuk mencegah varian omicron ini untuk masuk dan menyebar semakin luas," kata Wiku saat menyampaikan keterangan pers Perkembangan Penanganan Covid-19 di Indonesia yang diikuti dari Youtube BNPB di Jakarta, Selasa (30/11).
Varian Covid-19 yang kali pertama dilaporkan berada di Afrika Selatan, Hong Kong, dan Botswana pada November 2021 itu, kata Wiku, hingga saat ini menjangkit di Italia, Jerman, Belanda, Inggris, Australia, Kanada, dan Israel. Menurut Wiku, langkah mitigasi yang dilakukan Pemerintah Italia berupa penelusuran kontak kasus positif dengan riwayat perjalanan ke negara-negara yang terjangkit, meningkatkan kapasitas penelusuran kontak secara umum serta meningkatkan cakupan whole genome sequencing (WGS) agar semakin cepat mendeteksi keberadaan varian Covid-19.
Dia mengatakan, Pemerintah Jerman melarang perjalanan dari negara di Afrika kecuali kedatangan bagi warga negaranya. Selain itu warga negara yang pulang dari negara di Afrika wajib melakukan karantina selama 14 hari.
Belanda memberlakukan kebijakan testing bagi seluruh pelaku perjalanan dari Afrika Selatan serta melakukan WGS pada semua pelaku perjalanan dari wilayah Afrika yang sudah masuk ke negaranya, kata Wiku.
"Inggris melakukan isolasi dan tes ulang bagi pelaku perjalanan yang positif Omicron serta menutup pintu kedatangan bagi pelaku perjalanan dari negara di Afrika," kata dia.
Inggris juga memberlakukan wajib masker dan mewajibkan testing bagi pelaku perjalanan internasional. Pemerintah Australia memberlakukan karantina 14 hari bagi warga yang baru pulang dari sembilan negara di Afrika serta mengkaji kebijakan kedatangan untuk pekerja imigran dan pelajar internasional.
Wiku mengatakan, Pemerintah Kanada menutup kedatangan bagi pelaku perjalanan dengan riwayat singgah di Afrika selama 14 hari terakhir dan bagi yang baru pulang dari negara di Afrika wajib dikarantina. Sedangkan Pemerintah Israel memberlakukan daftar merah pada 50 negara di Afrika bahkan melarang masuknya WNA dari semua negara.
Selain itu, Israel juga memberlakukan karantina untuk seluruh warganya, melakukan testing pada 800 pelaku perjalanan yang baru pulang dari negara di Afrika dan pengawasan warga melalui aplikasi telepon genggam. "Selain negara-negara yang di atas, ada juga beberapa negara lain yang memberlakukan kebijakan pengetatan," ujarnya.
Negara yang dimaksud adalah Jepang yang mengambil langkah tegas dengan melarang kedatangan seluruh warga negara asing meskipun hingga saat ini belum ditemukan kasus omicron di negara tersebut. "Kemudian Taiwan yang sudah menerapkan pembatasan border atau wilayah perbatasan negara yang sangat ketat dan tidak berencana untuk mengubah kebijakannya terhadap adanya varian omicron," ujar Wiku.
Sementara Singapura dan Malaysia yang sudah menutup negaranya hampir dua tahun, kata Wiku, mulai memperbolehkan kedatangan warga negara asing yang sudah di vaksin lengkap. "Meskipun demikian, kedua negara ini mempertimbangkan penutupan border kembali setelah ditetapkannya varian omicron sebagai VOC oleh WHO," kata dia.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Tjandra Yoga Aditama, mengatakan, sesudah menyatakan omicron sebagai VOC pada 26 November, pada 28 November WHO kembali mengeluarkan pernyataan tentang varian baru ini. “Kalau kita lihat pengumuman-pengumuman varian baru sebelum ini maka tidak ada yang dalam kurun dua hari sudah ada pengumuman lanjutan. Informasi WHO kemarin 28 November menyebutkan enam analisa tentang kemungkinan dampak varian ini,” jelasnya.
Baca juga : Malaysia Tangguhkan Endemi Akibat Varian Omicron
Berikut enam analisa yang dimaksud:
1. Penularan
Belum terlalu jelas sekali apakah omicron memang lebih mudah menular dibandingkan varian lain, termasuk delta. “Tetapi memang jumlah orang yang positif varian ini terus meningkat di Afrika Selatan, dan perlu studi epidemiologi mendalam tentang hal ini,” ujarnya.
2. Beratnya penyakit
Ada tiga hal di sini:
a. Belum terlalu jelas apakah omicron mengakibatkan sakit lebih berat. Data awal memang menunjukkan dugaan ada peningkatan masuk RS di Afrika Selatan, tapi harus diteliti lebih lanjut analisanya
b. Sejauh ini tidak ada (atau setidaknya belum ada) informasi ilmiah yang menyebutkan bahwa gejala akibat Omicron berbeda dengan akibat varian lain.
c. Memang ada laporan awal dari data mahasiswa bahwa kaum muda cenderung keluhannya lebih ringan, tapi kepastian dampat beratnya varian omicron baru akan ada dalam beberapa hari atau pekan ke depan. Kita sudah mengetahui bahwa semua varian Covid-19 sejauh ini dapat menimbulkan penyakit berat dan kematian apalgi pada kelompok rentan (Lansia, komorbid, gangguan imunitas, dan lainnya “Jadi sambil menunggu data ilmiah lebih lengkap maka kita harus terus waspada dan pencegahan (3M, 3T, dan vaksinasi) tetap merupakan hal utama,” kata Tjandra.
3. Kemungkinan infeksi ulang
Data awal memang menunjukkan bahwa infeksi varian omicron meningkatkan risiko Infeksi ulangan, seseorang yang sudah sakit dan sembuh kemudian jatuh sakit lagi.
4. Efektifitas vaksin
WHO masih terus menganalisa hal ini bersama para pakar di dunia.
Baca juga : Vaksin Omicron akan Disetujui dalam Empat Bulan ke Depan
5. Efektifitas tes PCR:
Sejauh ini tes PCR masih dapat mendeteksi infeksi Covid-19, termasuk akibat omicron. Sekarang penelitian masih terus berjalan, termasuk ada tidaknya kemungkinan dampak pada rapid antigen test. Juga ada berita lain tentang kemungkinan Gene S yang mungkin sulit terdeteksi dengan PCR walau ada dua kelompok Gene lain yang masih terdeteksi, walaupun ini masih perlu penelitian lebih lanjut
6. Efektifitas pada pengobatan
Sesuai dengan Pedoman Pengobatan WHO tanggal 24 November 2021 (dua hari sebelum omicron dinyatakan sebagai VOC) maka Kortikosteroid dan IL6 Receptor Blockers masih tetap efektif untuk menangani pasien Covid-19 yang berat dan parah. “Tentu perlu analisa lebih lanjut tentang kalau mungkin ada dampaknya pada varian omicron,” ujarnya.