Jumat 19 Nov 2021 19:59 WIB

Resistensi Antimikroba Jadi Ancaman Kesehatan Mendesak

Kematian akibat resistensi antimikroba mencapai 700 ribu orang per tahun.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nora Azizah
Kematian akibat resistensi antimikroba mencapai 700 ribu orang per tahun.
Foto: www.freepik.com.
Kematian akibat resistensi antimikroba mencapai 700 ribu orang per tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Resistensi antimikroba (AMR) jadi ancaman kesehatan masyarakat yang mendesak. Respons berbasis One Health yang berkelanjutan mencakup manusia, hewan, tanaman, dan lingkungan, sangat penting untuk mengatasi ancaman ini.

Direktur Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dr Kalsum Komaryani, MPPM, mengatakan, saat ini kematian akibat resistensi antimikroba mencapai 700 ribu orang per tahun dan diprediksi di tahun 2050 bisa mencapai 10 juta orang per tahun di seluruh dunia.

Baca Juga

“Dan ternyata distribusinya diprediksi terbanyak di Asia dan Afrika sekitar 4,7 juta dan Afrika 4,1 juta, sisanya di Australia, Eropa, Amerika,” kata Kalsum, dalam keterangannya, Jumat (19/11).

Penyebab resistensi antimikroba ditinjau dari segi kesehatan mulai dari tidak adanya indikasi dalam penggunaan antimikroba, indikasi tidak tepat, pemilihan antimikroba tidak tepat, dan dosis tidak tepat. AMR menimbulkan ancaman kesehatan global yang signifikan bagi populasi di seluruh dunia. Dengan pertumbuhan perdagangan dan perjalanan global, mikroorganisme yang resisten dapat menyebar dengan sangat cepat sehingga tidak ada negara yang aman.

Bahaya resistensi antimikroba berkaitan erat dengan perilaku pencegahan dan pengobatan, sistem keamanan produksi pangan dan lingkungan. Oleh karena itu pendekatan 'One Health' diperlukan untuk mengatasi kompleksitas pengendalian kejadian resistensi antimikroba.

Dalam perkembangan kesehatan global saat ini, kejadian resistensi antimikroba tidak lagi hanya dilihat sebagai masalah yang berdiri sendiri tetapi juga terkait dengan berbagai sektor seperti kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan (termasuk perikanan dan akuakultur), rantai makanan, pertanian dan sektor lingkungan.

Kalsum menjelaskan, strategi pengendalian resistensi antimikroba yang sudah dilakukan di Indonesia adalah dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman resistensi antimikroba, melakukan peningkatan pengetahuan dan bukti ilmiah melalui surveilans. Saat ini ada 20 rumah sakit yang terpilih untuk melakukan surveilans antimikroba yang terdiri dari rumah sakit umum pemerintah pusat dan RSUD.

Upaya selanjutnya pengurangan infeksi melalui sanitasi hygiene, optimalisasi pengawasan dan penerapan sanksi jika peredaran dan penggunaan antimikroba tidak sesuai standar, serta peningkatan investasi melalui penemuan obat, metode diagnostic, dan vaksin baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement