Kamis 18 Nov 2021 19:28 WIB

Hoaks Terkini Covid-19: Donor Organ-Jepang Pilih Ivermectin

Isu hoaks sebut Jepang hentikan program vaksinasi, pilih ivermectin untuk Covid-19.

Media sosial (ilustrasi). Isu hoaks Covid-19 banyak tersebar di Facebook.
Foto:

Hoaks CEO Pfizer ditangkap

Kabar tentang penangkapan CEO Pfizer Albert Bourla menyebar di media sosial sejak Sabtu (6/11). Klaim tersebut muncul menyusul pemberitaan ConservativeBeaver.com yang berjudul "CEO Pfizer Ditangkap, Dituntut karena Penipuan".

Menurut klaim yang belakangan diketahui sebagai kabar bohong tersebut, Bourla dikabarkan ditangkap oleh FBI di rumahnya yang berlokasi di pinggiran Scarsdale, New York, Amerika Serikat pada Jumat pagi waktu setempat. Tagar #PfizerGate pun menjadi trending, sementara media arus utama dituduh bungkam karena sudah disuap.

Conservative Beaver menyebut, medianya berbasis di Kanada dan tak tunduk dengan hukum Amerika Serikat. Media tersebut mengaku tidak terjamah oleh pembungkaman yang diperintahkan oleh polisi dan disetujui oleh hakim Amerika Serikat.

photo
Tangkapan layar laman Conservative Beaver yang mengabarkan CEO Pfizer Albert Bourla ditangkap FBI. - (Tangkapan layar)

"CEO Pfizer Albert Bourla ditangkap FBI di kediamannya di kawasan mewah pinggir Scarsdale, New York, Jumat pagi. Dia menghadapi tuntutan berlapis untuk kasus penipuan. Bourla kini ditahan sambil menunggu persidangan pembebasan dengan jaminan. Petugas federal tengah menanti terbitnya surat penggeledahan rumahnya dan beberapa properti lain milik Bourla di berbagai penjuru negeri," demikian petikan tulisan di website ConservativeBeaver.com.

Menurut ConservativeBeaver.com, Bourla menghadapi tuntutan atas perannya menipu konsumen mengenai efektivitas vaksin Covid-19. Dalam artikel yang diklaim "eksklusif" itu, Pfizer disebut mendapat tuduhan memalsukan data dan memberikan suap dengan nilai besar kepada pemerintah dan media arus utama agar tutup mulut.

Melengkapi pemberitaannya, ConservativeBeaver.com memasukkan petikan pernyataan petugas FBI yang namanya tidak disebutkan. Media tersebut menuliskan, petugas FBI itu menyatakan bahwa perusahaan farmasi asal Amerika Serikat itu berbohong tentang efektivitas vaksinnya dan mengelabui konsumen mengenai efek samping serius yang bisa ditimbulkan vaksinnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement