REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi membuat perhatian banyak orang lebih terfokus pada penanganan Covid-19. Hal ini membuat keberadaan penyakit dan virus lain yang juga dapat mengancam kesehatan sedikit terabaikan, salah satu di antaranya adalah penyakit campak.
Meski kasus campak tampak mengalami penurunan, laporan terbaru dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa kemajuan upaya eliminasi campak juga tampak menurun. Kondisi ini berisiko memicu terjadinya wabah measles di kemudian hari.
WHO mengungkapkan bahwa ada lebih dari 22 juta bayi di dunia yang melewatkan pemberian dosis pertama vaksin campak tahun lalu. Jumlah tersebut merupakan yang terbesar dalam dua dekade ke belakang.
Hanya ada 70 persen anak yang menerima dosis kedua vaksin campak. Selain itu, kampanye vaksinasi campak di 23 negara juga tertunda akibat pandemi.
Pada 2019, laporan kasus campak mencapai angka tertinggi dalam hampir seperempat abad. Laporan terkini menyebutkan bahwa kampanye vaksinasi campak yang mulanya direncanakan pada 2020 di 23 negara ditunda, sehingga menyebabkan lebih dari 93 juta orang berisiko terkena penyakit tersebut.
CDC juga menyoroti adanya wabah campak besar yang sudah terjadi di 26 negara. Kasus yang terjadi pada wabah penyakit akibat infeksi virus rubeola ini mencakup 84 persen kasus campak yang terjadi selama 2020.