Selasa 09 Nov 2021 15:03 WIB

Pil Antivirus dan Vaksin, 2 Senjata Melawan Covid-19?

Epidemiolog mengatakan vaksin tetap diperlukan meski sudah ada pil antivirus covid-19

Rep: Rizky Suryarandika/Puti Almas/Febryan A/ Red: Dwi Murdaningsih
Obat Covid-19 palsu (ilustrasi).
Foto:

Sebelumnya, perusahaan farmasi multinasional China dan AS Brill Biosciences baru-baru ini juga mengumumkan telah mengajukan Aplikasi untuk otorisasi penggunaan darurat dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA) untuk terapi yang menggabungkan dua antibodi penetral, yaitu BRII-196 dan BRII-198.

Brii Biosciences mengatakan hasil uji klinis fase ketiga di luar negeri telah menunjukkan bahwa obat tersebut dapat mengurangi risiko rawat inap dan kematian dari pasien Covid-19 hingga 78 persen. Banyak peserta yang terdaftar dalam uji coba yang dilaporkan terinfeksi dengan varian Delta. 

Hong Zhi, ketua dan kepala eksekutif perusahaan, mengatakan bahwa sementara ini vaksinasi tetap menjadi senjata utama dalam melawan virus corona baru. Terapi antibodi memicu respons imun lebih cepat dan merupakan pengobatan yang paling tepat bagi pasien Covid-19, termasuk yang belum mengalami gejala apapun. 

Sejak Juni, hampir 700 pasien Covid-19 di China telah menerima obat tersebut. Laporan pihak berwenang medis menunjukkan bahwa obat itu aman dan menunjukkan efek anti-virus yang baik pada berbagai varian yang muncul. 

"Vaksin dan terapi antibodi adalah dua senjata yang saling melengkapi," jelas Zhang Linqi, profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Tsinghua.

Peringatan dari pakar kesehatan

Pakar kesehatan memperingatkan masyarakat tetap mengikuti program vaksinasi meski pil anti Covid-19 sudah tersedia. "Dengan hanya mengandalkan obat antivirus, ini seperti bertaruh. Jelas, ini akan lebih baik daripada tidak sama sekali, tetapi ini adalah permainan berisiko tinggi untuk dimainkan," kata profesor virologi molekuler dan mikrobiologi Baylor College of Medicine, Peter Hotez, dilansir dari Reuters pada Selasa (9/11).

Peneliti mengatakan beberapa orang yang tidak divaksinasi telah mengandalkan antibodi monoklonal sebagai penghalang jika mereka terinfeksi. 

Salah satu alasan tidak bergantung pada pil baru karena obat antivirus harus diberikan secepatnya karena Covid-19 memiliki fase berbeda. Ini karena fungsi obat itu menghentikan replikasi virus di dalam tubuh.

Pakar penyakit menular Celine Gounder menjelaskan pada fase pertama, virus dengan cepat bereplikasi di dalam tubuh. Namun, banyak efek terburuk dari Covid-19 terjadi pada fase kedua timbul dari rusaknya respons imun yang dipicu oleh replikasi virus.

 

"Begitu Anda mengalami sesak napas atau gejala lain yang akan membuat Anda dirawat di rumah sakit, Anda berada dalam fase kekebalan disfungsional di mana antivirus benar-benar tidak akan memberikan banyak manfaat," kata Gounder. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement