REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Star Wars adalah salah satu film terbesar sepanjang masa dan semakin tumbuh lebih besar di bawah arahan Disney. Trilogi sekuelnya pun masih menjadi topik hangat yang diperdebatkan di kalangan penggemar.
Namun, Disney masih ingin mendorong film ini ke arah yang lebih berani. “The Mandalorian” adalah serial TV live-action Star Wars pertama. Serial itu mendapat sambutan hangat sejak debutnya pada 2019, dengan rating 93 persen di Rotten Tomatoes. Itu semua menunjukkan kemajuan film tersebut sejak awal munculnya pada 1977.
Dilansir di laman Looper, Selasa (2/11), ada kisah unik ketika George Lucas pertama kali ingin memulai syuting Star Wars pada 1976. Saat itu, proses syutingnya hampir menyebabkan perang di kehidupan nyata.
Sebagian besar adegan Tatooine di Star Wars awalnya difilmkan di Tunisia dekat gurun Sahara. Kru menghabiskan lebih dari dua pekan untuk syuting di negara Afrika Utara.
Selama waktu tersebut, George Lucas secara tidak sengaja menyebabkan ketegangan antara Tunisia dan negara tetangganya, Libya. Hal itu terjadi ketika produksi berlangsung di dekat perbatasan.
Itu semua bermuara pada The Jawas. Sandcrawler ikonik The Jawas yang menjadi masalahnya, karena Libya mengira set itu adalah kendaraan militer Tunisia.
Para kru tidak membangun markas The Jawas melainkan mereka membangun tangki sehingga wajar saja terjadi kesalahpahaman. Dengan hanya melihat itu saja, cukup bagi Muammar Gaddafi untuk mengancam Tunisia dengan aksi militer tak terhindarkan.
Akhirnya Lucas membuat pilihan cerdas untuk memindahkan produksi dari perbatasan untuk mengurangi kemungkinan konflik. Untuk pemotretan ulang, Star Wars tidak kembali ke Tunisia melainkan pindah ke Death Valley, California.
Gurun Mojave juga digunakan lagi dalam Star Wars: Return of the Jedi ketika Luke Skywalker (Mark Hamill) kembali ke dunia asalnya, untuk membantu membebaskan Han Solo (Harrison Ford) dari Jabba the Hutt.