REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyakit kronis seperti kankar dapat terjadi pada siapa saja, termasuk anak-anak. Saat ini, jumlah kasus baru anak dengan kanker di seluruh dunia bertambah 300.000 per tahun, namun hanya 20 persen dari pengidapnya yang tinggal di negara berkembang dapat bertahan.
Dalam pengobatan kanker, penting untuk memberikan pelayanan paliatif. Namun, pelayanan ini sering kali disalahartikan.
Dr. Anky Tri Rini Kusumaning Edhy SpA(K) dari RS Kanker Dharmais, menjelaskan, orang tua sering enggan mendapatkan pelayanan paliatif bagi anak penderita kanker karena pandangan yang kurang tepat. Paliatif dianggap sebagai fase di mana anak sudah tidak ada harapan dan tidak bisa disembuhkan.
Dulu, model pelayanan paliatif memang kerap diberikan setelah pengobatan kuratif tidak berhasil. Namun, saat ini, perawatan paliatif justru diberikan sejak awal diagnosis, jadi bersamaan dengan pengobatan kuratif.
"Sampai pada suatu titik jika kuratif tidak lagi memberikan respons, maka pengobatan diambil alih dengan paliatif sampai pasien meninggal,” kata Anky dalam webinar, beberapa waktu lalu.
Komunikasi penting kepada pasien dan keluarganya yang tengah berduka. Semua anak dan orang tua pasti melewati tahap-tahap berduka saat anak divonis kanker.
Ada orang tua yang menolak anaknya divonis kanker, ada yang langsung menerima. Pada pasien yang sudah bisa menerima sejak awal, pelayanan paliatif lebih mudah diberikan sejak awal.
Jenis-jenis pelayanan palitif terdiri dari pendekatan fisik, psikososial, dan spiritual. Dukungan fisik terdiri dari manajemen nyeri, pemberian nutrisi yang baik, dan perawatan luka.