Cara lainnya adalah dengan merencanakan pemenuhan kebutuhan hobi. Misalnya, membeli sepeda setiap beberapa tahun sekali, mengganti kamera setiap beberapa tahun sekali, atau semacamnya.
Kita juga bisa merencanakan pengumpulan uangnya. Misalnya investasi per berapa bulan dan menginvestasi ke sebuah produk keuangan.
“Misalnya, karena hobi fotografi, kita rencanakan ganti kamera setiap tiga tahun sekali. Harga kamera kita alokasikan Rp 100 juta. Jadi kita bisa mengabaikan return of investment atau hasil investasi. Maka investasi per bulan sebesar Rp 2,8 jutaan per bulan diinvestasikan di Reksadana Pendapatan Tetap,” kata dia.
Menurutnya, ada tantangan tersendiri jika kita tetap memilih untuk menggeluti hobi baru. Terkadang, orang yang memiliki hobi baru itu tak menyadari jika hobi barunya itu memakan keuangan yang banyak. Sebab, hobi baru dapat menggiurkan dan menggoda seseorang, terlebih jika dia melihat banyak temannya juga membeli banyak kebutuhan hobi.
“Jangan mudah tergoda dengan hobi yang sifatnya membuat kita lebih boncos. Karena hobi, jadi tidak sadar bisa menghabiskan uang dan tidak merasa rugi dengan pengeluaran uang yang bahkan menghabiskan bajet keluarga,” jelas Ila.
Ila menekankan, jika menjadikan hobi baru sebagai bisnis, dia juga menyarankan untuk waspada kerugian. Sebab, biasanya kerugian pada hobi tak dipermasalahkan oleh orang-orang yang menganggap itu sekadar hobi. Selain itu, dia juga menekankan, jangan pernah berhobi dari dana berutang.