Sabtu 07 Aug 2021 02:36 WIB

EMA: Vaksin Covid-19 Bukan Penyebab Gangguan Menstruasi

Badan Obat-obatan Eropa menyebut gangguan mestruasi umumnya terjadi karena stres

Vaksinasi (ilustrasi). Tak ada kaitan sebab-akibat antara vaksin COVID-19 dan gangguan menstruasi yang ditemukan sejauh ini, kata Badan Obat-obatan Eropa (EMA) pada Jumat. EMA mengatakan pihaknya telah meneliti kasus-kasus gangguan menstruasi yang dilaporkan setelah vaksinasi dan telah meminta lebih banyak data dari pengembang vaksin untuk memeriksa masalah tersebut.
Foto: Pixabay.
Vaksinasi (ilustrasi). Tak ada kaitan sebab-akibat antara vaksin COVID-19 dan gangguan menstruasi yang ditemukan sejauh ini, kata Badan Obat-obatan Eropa (EMA) pada Jumat. EMA mengatakan pihaknya telah meneliti kasus-kasus gangguan menstruasi yang dilaporkan setelah vaksinasi dan telah meminta lebih banyak data dari pengembang vaksin untuk memeriksa masalah tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak ada kaitan sebab-akibat antara vaksin COVID-19 dan gangguan menstruasi yang ditemukan sejauh ini, kata Badan Obat-obatan Eropa (EMA) pada Jumat. EMA mengatakan pihaknya telah meneliti kasus-kasus gangguan menstruasi yang dilaporkan setelah vaksinasi dan telah meminta lebih banyak data dari pengembang vaksin untuk memeriksa masalah tersebut.

Gangguan menstruasi bisa muncul karena berbagai sebab, dari stres dan kelelahan hingga kondisi medis yang mendasarinya seperti fibroid dan endometriosis. Secara terpisah, EMA pada Jumat merekomendasikan trombositopenia imun (trombosit darah rendah), pusing, dan tinitus (telinga berdenging) untuk dimasukkan sebagai kemungkinan reaksi yang ditimbulkan oleh vaksin dosis tunggal Johnson & Johnson (J&J).

EMA menekankan manfaat vaksin J&J masih lebih besar dari risikonya. Mereka menambahkan bahwa 1.183 kasus pusing dan lebih dari 100 kasus tinitus telah dianalisis untuk mencapai kesimpulan itu.

Bulan lalu EMA memasukkan gangguan degenerasi saraf langka, Guillain-Barr syndrome (GBS), sebagai kemungkinan efek samping dari suntikan J&J. Perusahaan yang berbasis di AS itu telah berjuang memasok vaksinnya ke Uni Eropa.

EMA juga menambahkan GBS sebagai kemungkinan efek samping vaksin AstraZeneca. 

Laporan tentang hal itu masih dipantau, kata EMA Jumat. Vaksin J&J dan AstraZeneca dikembangkan dengan teknologi yang serupa, namun menggunakan versi virus flu yang berbeda untuk membangun kekebalan tubuh.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement