Jumat 30 Jul 2021 04:45 WIB

Pentingnya Manajemen Stres Menghadapi Pandemi

Rasa khawatir berlebih bisa berdampak pada kejiawaan atau stres pada seseorang.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nora Azizah
Rasa khawatir berlebih bisa berdampak pada kejiawaan atau stres pada seseorang.
Foto: VOA
Rasa khawatir berlebih bisa berdampak pada kejiawaan atau stres pada seseorang.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pandemi covid memunculkan banyak kekhawatiran untuk semua orang. Apalagi, banyak lapangan kerja tutup, bahkan bangkrut, dan aturan pemerintah yang menerapkan Work from Home tentunya memberi dampak yang cukup signifikan.

Psikolog, Analisa Widyaningrum mengatakan, rasa khawatir berlebih bisa berdampak ke kejiwaan seseorang atau stres. Ini turut dipengaruhi kecanggihan teknologi, informasi yang bisa diakses siapapun dan kapanpun, dan sulitnya menyaring hoaks.

Baca Juga

Kelebihan informasi sendiri situasi ketika individu disajikan informasi besar di media sosial yang melebihi kapasitas yang dapat mereka proses. Setelah mengakses informasi yang sifatnya berlebih akan memberi dampak yang serius ke psikologis.

"Perasaan khawatir, was-was, merasa terancam akan kesehatan dan keadaannya. Saat ini, bahkan kita tidak perlu mencari karena hampir setiap saat banyak informasi kematian akibat covid, kekurangan tabung oksigen atau kebutuhan donor plasma," kata Analisa dalam bincang-bincang yang digelar Universitas Islam Indonesia (UII), Kamis (29/7).

Setiap hari, seseorang akan berpikir 50.000-70.000 kali yang dipengaruhi info yang mereka peroleh. Misal, saat mendengar informasi menyenangkan, orang itu lebih bahagia sama seperti saat memikirkan hal-hal sedih atau mengkhawatirkan.

"Terdapat hubungan antara jiwa dengan fisik melalui suatu organ bernama amygdala dalam otak kita," ujar Analisa.

Ketika menerima informasi, amygdala yang seperti alarm pemicu membuat tubuh dan pikiran tetap waspada selama merasa cemas. Misal, saat mendengar kabar duka, sinyal diterima amygdala dan membuat manusia alami normal anxiety berupa cemas.

Ia menekankan, kecemasan tersebut seharusnya tidak sampai mengganggu aktivitas normal seseorang. Jika sampai mengganggu dengan kecemasan atau ketakutan berlebihan, maka orang tersebut didiagnosis memiliki gejala gangguan kecemasan.

Selama pandemi, tidak sedikit yang mengalami gejala post-traumatic disorder yang jadi efek kecemasan dan masih dirasa usai jangka waktu lama suatu trauma. Banyak nakes mengalami gejala trauma sekunder karena akrab dengan kesedihan orang lain.

"Merasa seolah itu juga merupakan kesedihan miliknya," kata Analisa.

Salah satu cara atasi stres dengan menumbuhkan jiwa, menganggap pandemi proses yang membuat kita berkembang dan jauh lebih kuat. Menurut Analisa, orang dengan kualitas ibadah yang baik memiliki tingkat manajemen stress jauh lebih baik.

"Ada ayat Alquran yang selalu saya baca disaat sulit, Al Baqarah ayat terakhir. Saya yakin Allah SWT tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuan," ujar Analisa, menutup.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement