REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di negara maju, seperti Eropa dan Amerika Serikat, Vape dianjurkan untuk orang orang yang belum bisa meninggalkan rokok konvensional. Di Inggris vapor sudah diresepkan untuk orang yang hendak meninggalkan rokok. Karenanya, perkembangan vapor di negara maju sangat bagus dan diterima di masyarakat.
Di Indonesia, perkembangan Vapor mengalami pasang surut. Selain belum memasyarakat, rokok jenis elektronik ini rentan diisukan negatif.
Merokok menggunakan Vapor lebih jahat dari rokok biasa. Demikian salah satu stigma yang diembuskan untuk membendung Vape agar tidak berkembang.
Namun, Budi JVS tetap melihat sebuah peluang. Pengusaha yang tadinya berprofesi sebagai seorang pembalap ini mampu meracik strategi bisnis vape.
Berbagai kejuaraan seperti ISSOM, ETCC pernah diikuti dengan torehan ratusan piala yang berjejer menjadi bukti atas prestasinya di dunia balap. Kini Budi JVS menjelma menjadi pembisnis vape terbesar di Jakarta bahkan di Indonesia.
"Sejak 2013, saya terjun dan menekuni bisnis Vape. Awalnya saya membuka toko off-line, dengan bendera Jakarta Vapor Shop (JVS). Tahun 2014 bisnis ini berkembang, terutama di Jawa dan Bali saya masuk ke bisnis on-line juga booming," kata Budi, Kamis (15/7).
Sayangnya, kata Budi ), saat sedang naik daun, bisnis ini diterpa isu yang tidak sedap. Vapor dianggap lebih jahat dari rokok biasa. Akhirnya tak sedikit yang berhenti vaping (sebutan untuk menikmati vapor). Ada yang balik ke rokok konvensional, tidak sedikit pula yang berhenti sama sekali.
"Vape dianggap barang ilegal karena belum ada regulasi dari pemerintah. Razia terhadap penjual Vape pun terjadi di mana-mana. Bisnis Vape jatuh, saya pun pindah ke Malaysia. Di sana saya buat jaringan distribusi. Ternyata kok lancar. Network saya di Malaysia sampai sekarang masih bertahan, dan terus berkembang," ujar Budi JVS.
Khusus untuk vape, saat ini Budi bersama perusahaannya, Jakarta Vape Shop (JVS) dan para vaper (pemakai vapor), menyosialisasikan vape agar diterima di masyarakat agar vapor digemari masyarakat.
"Prediksi ke depan, dalam setahun ini masih bagus. Tergantung regulasi pemerintah juga. Semoga payung hukumnya segera ada, tidak abu abu seperti sekarang," kata dia.