Sabtu 26 Jun 2021 02:40 WIB

Pasien Vitiligo Diajak Berani Tunjukkan Penyakitnya

Webinar untuk meningkatkan pengetahuan penyakit yang hampir tidak terperhatikan ini.

webinar untuk memperingati World Vitiligo Day (WFD) ke-11 bertema
Foto: Dok
webinar untuk memperingati World Vitiligo Day (WFD) ke-11 bertema

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski) atau Indonesian Society Dermatology and Venereology (INSDV) menyelenggarakan webinar bertema 'Embracing Life with Vitiligo' di Jakarta, Jumat (25/6). Webinar diadakan sebagai rangkaian peringatan World Vitiligo Day (WFD) ke-11, yang diikuti dokter, psikolog, dan semua pasien serta keluarga yang mengidap vitiligo.

Vitiligo merupakan suatu penyakit depigmentasi didapat pada kulit, membran mukosa, dan rambut yang memiliki karakteristik lesi khas berupa makula berwarna putih susu (depigmentasi) dengan batas jelas dan bertambah besar secara progresif akibat hilangnya melanosit fungsional.

Terjadinya vitiligo disebabkan oleh matinya sel melanosit yang bertugas memproduksi warna pada kulit. Penyebab matinya sel tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti genetik atau keturunan, penyakit autoimun, dan faktor eksternal, yaitu terbakar sinar matahari atau bahan kimia.

Honorary President of WVD 2021, dr Srie Prihianti Gondokaryono, SpKK(K), PhD, menjelaskan, Indonesia terpilih sebagai tuan rumah penyelenggaraan WVD Se-Dunia pada 2021, yang merupakan suatu kehormatan yang luar biasa. "Kegiatan ini dapat memberikan fokus perhatian terhadap situasi dan tantangan vitiligo di Indonesia dari semua pihak terkait secara nasional maupun internasional baik secara ilmiah maupun sosial," kata Srie, Jumat.

President of Executive Scientific Committee Vitiligo Research Foundation, Prof Dr Torello Lotti, berharap, dengan diadakannya webinar untuk memperingati WFD dapat meningkatkan pengetahuan sejawat dokter dan tenaga Kesehatan lainnya, mengenai penyakit yang hampir tidak terperhatikan ini.

"Juga untuk meningkatkan awareness masyarakat luas, bagaimana cara perawatan kulitnya, serta membangun community empowerment untuk pasien sehingga membantu pasien dalam meningkatkan kualaitas hidupnya," kata Lotti.

Pengurus Perdoski dr Reiva Farah Dwiyana, SpKK(K), Ph.D menjelaskan, salah satu kampanye yang digelorakan kepada pasien vitiligo agar tetap optimistis adalah 'Dare to Bare'. Maksudnya, kata Reiva, pasien harus berani untuk menunjukkan vitiligonya, bukan ditutupi dengan make up atau baju.

Dia mengakui, menjadi suatu langkah yang kontroversial bagi pasien karena dalam menerima kenyataan vitiligo sangat sulit, apalagi bila menunjukkannya. Tetapi dengan acceptance dan embrace vitiligo dengan penuh ikhlas, kata dia, pasien bisa menumbuhkan rasa percaya diri untuk terus berusaha, beriktiar secara medis, psikologis, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

"Sehingga tumbuh rasa self-love, menerima kondisi tubuh apa adanya dan berteman dengan vitiligo," ujar pengajar di Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kesehatan Universitas Padjadjaran (FK Unpad) tersebut.

Psikolog klinis Sali Rahadi Asih PhD, menuturkan, vitiligo adalah penyakit kronis yang dapat membawa dampak bagi kondisi mental pasien dan juga orang terdekat. Rasa malu, cemas, bahkan depresi, sambung dia, tidak luput dirasakan oleh pasien vitiligo dan anggota keluarganya.

Pada webinar ini, dibahas mengenai seluk-beluk masalah kesehatan mental yang dialami oleh pasien vitiligo dan upaya yang dapat dilakukan untuk meringankannya," kata pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement