REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Memiliki anak dengan kecerdasan emosional memang memerlukan tahapan dan waktu yang tidak sebentar. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan melatih anak meregulasi emosinya.
Dokter spesialis kedokteran jiwa konsultan psikiatri anak dan remaja RS Pondok Indah, Bintaro Jaya, Anggia Hapsari, memberikan beberapa kiat untuk membantu anak memiliki regulasi emosi. Pertama kenali emosi atau perasaan diri (name the feeling) serta kenali emosi atau perasaan orang lain.
Selain itu, hadir dan dengarkan perasaan anak. Orang tua juga harus bisa menanggapi dengan tepat apa yang menjadi kebutuhan anak. Orang tua diharapkan tidak bereaksi negatif saat anak rewel atau marah dan jadilah role model untuk anak.
Ia juga menyarankan agar orang tua sebaiknya senang bermain dengan anak dan tertarik dengan aktivitas anak. Ajarkan juga anak teknik-teknik relaksasi (emotional toolbox).
"Namun demikian, terkadang anak-anak dapat mengalami emosi yang negatif, yang terkadang menjadi ledakan emosi," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.
Sebenarnya hal ini dianggap wajar. Namun, ledakan emosi pada anak harus diwaspadai apabila anak tantrum dan ledakan (outbursts) terjadi pada tahapan usia perkembangan di mana seharusnya sudah tidak terjadi, yaitu di atas usia tujuh sampai delapan tahun.
Perilaku anak dapat menimbulkan masalah serius di sekolah. Perilaku anak memengaruhi kemampuannya bersosialisasi dengan teman sehingga anak 'dikucilkan' oleh teman-temannya.
Ada beberapa faktor penyebab masalah emosi yang terjadi pada anak. Faktor-faktor tersebut antara lain ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), kecemasan/anxiety, trauma, kesulitan belajar, gangguan pemrosesan sensori (sensory processing issues), dan spektrum autisme.
Selain itu, anak yang mendapatkan sedikit mendapat kasih sayang dari keluarga maupun teman juga bisa alami gangguan emosi. Mereka yang terlalu terikat dengan satu figur yang dominan juga bisa terpengaruh.
Kepercayaan terhadap orang tua dan model figur yang mereka amati dalam keluarga berperan dalam membentuk kepercayaan diri anak. Hal ini dapat membantu anak untuk meregulasi emosinya dan mendorongnya menjadi mandiri, serta berani mengambil risiko.
Apabila si kecil memiliki karakter ini, maka diharapkan anak dapat berperilaku tepat dalam lingkungan sosialnya dan terhindar dari masalah penyesuaian diri dalam hidupnya.