REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Guru Besar FKKMK UGM, Prof Yayi Suryo Prabandari menilai, berhenti merokok merupakan proses tidak mudah. Untuk bisa berhenti, tidak hanya perlu komitmen bersama, individu tapi dukungan keluarga, lingkungan dan layanan kesehatan.
"Berhenti merokok memang sebuah proses. Dari kajian literatur yang ada sebagian itu efektif pada waktu enam bulan awal, setelahnya perlu ada penguatan dan pendampingan kembali," kata Yayi, Selasa (1/6).
Ia menyampaikan, berhenti merokok memerlukan penanganan tidak hanya dari satu jenis intervensi tapi melalui beragam program. Salah satunya melalui strategi perlindungan terhadap asap tembakau menguatkan kawasan tanpa rokok (KTR).
Kemudian, advokasi jejaring terapkan KTR dan berpartisipasi dalam pengembangan dan pengawasan KTR. Lalu, mengawasi penggunaan tembakau dan pencegahan seperti melakukan pertemuan dengan elemen masyarakat mendiskusikan perilaku merokok."Optimalkan dukungan untuk berhenti merokok dan waspadakan masyarakat akan bahaya tembakau," ujar Yayi.
Selanjutnya, eliminasi iklan, promosi dan sponsor terkait rokok. Langkah yang bisa dilakukan antara lain dengan advokasi kepada pemerintah untuk meniadakan iklan, promosi dan sponsor terkait rokok serta tidak menerima sponsor rokok.
Strategi lain meraih kenaikan cukai tembakau dengan mengadvokasi pemerintah menaikkan cukai rokok dan melakukan media advokasi kenaikan cukai tembakau. Yayi berpendapat, berhenti merokok di Indonesia seperti sedang uji nyali."Karena saat individu sudah bertekad berhenti, namun kondisi lingkungan kurang mendukung sehingga penguatan komitmen sangat diperlukan," kata Yayi.
Dosen Departemen Ilmu Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial FKKMK UGM, Dr Retna Siwi Padmawati menuturkan, program rumah bebas asap rokok merupakan salah satu bentuk penguatan komitmen masyarakat berhenti merokok.
Mewujudkan program bisa dengan beragam cara seperti tidak merokok dalam rumah untuk semua anggota keluarga dan tamu, tidak menyediakan asbak atau tempat punting rokok di rumah dan memasang stiker larangan merokok dalam rumah.
Usahakan tidak ada yang merokok dalam berbagai pertemuan warga. Cara lain dengan tidak merokok di hadapan anak-anak, ibu hamil dan lansia, menyediakan ruang atau tempat khusus merokok disesuaikan dengan kondisi rumah dan kampung."Jauhkan keluarga dari ekspos rokok karena nantinya bisa ditiru anak-anaknya, karenanya harus dimulai dengan berhenti merokok agar tidak diikuti anak-anak," ujar Retna.
Dosen Departemen Ilmu Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial FKKMK UGM lain, dr Bagas Suryo Bintoro menuturkan, perokok memiliki resiko lebih besar mengalami kasus yang parah dan meninggal akibat covid-19.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat, terutama perokok untuk berhenti merokok agar kurangi risiko terpapar covid-19. Untuk berhenti merokok salah satunya dapat diawali dengan membulatkan tekad masing-masing untuk berhenti merokok.
Kemudian, membiasakan diri berhenti merokok, kenali waktu dan situasi kapan sering merokok serta mintalah dukungan keluarga. Tahan keinginan berolahraga secara teratur dan konsultasi dengan dokter dan memanfaatkan layanan konseling."Tidak ada kata terlambat sebab berhenti merokok bermanfaat bagi kesehatan, sehingga harus didukung oleh semua pihak," kata Bagas.