REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umumnya orang mengetahui bahwa tanda awal demensia terkait dengan gangguan daya ingat, seperti lupa nama seseorang, lupa meletakkan kunci dan lain sebagainya. Namun sebuah studi menemukan, demensia bisa ditandai dengan gangguan yang tidak terkait dengan daya ingat misalnya kehilangan fungsi pencium atau sulit membedakan antara aroma tertentu.
Studi tahun 2017 yang diterbitkan dalam Journal of the American Geriatrics Society menetapkan bahwa sebenarnya ada hubungan kuat antara penurunan fungsi penciuman dan demensia. Tim itu mengumpulkan sampel data dari 2.906 pria dan wanita berusia antara 57 dan 85 tahun, yang menyelesaikan wawancara singkat dan menjalani tes penciuman.
Subjek ditugaskan untuk mengidentifikasi lima aroma yaitu peppermint, ikan, jeruk, mawar dan kulit, dengan mengendusnya. Kelima komponen aroma disimpan dalam sebuah botol tanpa ditambahkan keterangan apapun. Para peserta kemudian diberikan empat kemungkinan jawaban dan diminta untuk mengidentifikasi apa yang mereka cium.
Lima tahun kemudian, tim peneliti melakukan wawancara lanjutan. Mereka menemukan bahwa peserta yang tidak dapat mengidentifikasi setidaknya 4 dari 5 aroma, dua kali lebih mungkin untuk mengembangkan demensia.
"Hasil ini menunjukkan bahwa indra penciuman sangat erat kaitannya dengan fungsi otak dan Kesehatan. Kami pikir penurunan kemampuan penciuman atau fungsi sensorik secara lebih luas, mungkin merupakan tanda awal yang penting, menandai orang yang berisiko lebih besar terkena demensia," kata Jayant M Pinto, profesor bedah di University of Chicago di Illinois dan penulis senior studi, seperti dilansir dari Best Life, Selasa (25/5).
Beberapa penelitian lain juga menemukan bahwa kehilangan indra penciuman atau yang dikenal sebagai anosmia, adalah salah satu gejala awal Penyakit Alzheimer. Para peneliti percaya bahwa anosmia terjadi pada pasien demensia karena otak kehilangan kemampuannya untuk memperbaiki diri sendiri.
Studi tahun 2013 yang diterbitkan dalam Journal of Neurological Science juga menemukan bahwa anosmia terkait dengan demensia. Tim itu mengumpulkan 68 pasien yang telah didiagnosis dengan kemungkinan Penyakit Alzheimer dan menyaring mereka untuk menentukan bahwa mereka tidak memiliki variabel perancu untuk disfungsi penciuman.
Peneliti menggunakan sampel selai kacang untuk menguji kepekaan indra penciuman mereka. Mata, mulut dan satu lubang hidung peserta ditutup, sementara selai ditempatkan tepat di bawah lubang hidung peserta.
Peserta pun diperintahkan untuk mengidentifikasi aromanya. Para peneliti menemukan bahwa pasien Alzheimer tidak hanya mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi bau, mereka juga memiliki defisit penciuman di lubang hidung kiri dibandingkan dengan lubang hidung kanan.
"Kelompok AD menunjukkan asimetri deteksi bau yang lebih signifikan antara lubang hidung daripada semua kelompok lain karena kerusakan lubang hidung sebelah kiri. Sebuah kerusakan lubang hidung kiri dari deteksi bau hadir pada semua pasien dengan kemungkinan DA,” demikian tulis studi tersebut.