Ahad 28 Mar 2021 08:24 WIB

Rasa Nyeri yang Jadi Tanda Demensia

Ada beberapa faktor prediktif yang dapat memberikan gambaran demensia.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Ada beberapa faktor prediktif yang dapat memberikan gambaran demensia.
Foto: Piqsels
Ada beberapa faktor prediktif yang dapat memberikan gambaran demensia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak ada yang bisa memprediksi apakah seseorang akan terkena demensia atau tidak di masa depan. Akan tetapi, ada beberapa faktor prediktif yang dapat memberikan gambaran mengenai hal tersebut. Salah satu faktor prediktif terbaru dari demensia adalah rasa nyeri kronis.

Kaitan rasa nyeri sebagai faktor prediktif demensia diungkapkan oleh National Institute on Aging melalui studi yang dipublikasikan di jurnal Pain, seperti dilansir EatThis, Ahad (28/3). Studi tersebut merupakan studi pertama yang menyoroti hubungan antara rasa nyeri dan demensia dalam jangka waktu yang panjang.

Baca Juga

"Orang-orang dengan demensia bisa mengalami peningkatan kadar nyeri sejak 16 tahun sebelum terdiagnosis (mengalami demensia)," pungkas National Institute on Aging selaku salah satu pemberi dana studi.

National Institute on Aging menjelaskan bahwa demensia dan nyeri kronis sama-sama menyebabkan perubahan pada otak. Keduanya juga dapat mempengaruhi kesehatan otak orang yang mengalaminya.

Sebelumnya, sudah diketahui bahwa banyak dari penyandang demensia yang juga mengalami nyeri kronis. Akan tetapi, saat itu belum diketahui apakah nyeri kronis ini merupakan penyebab demensia, bagian dari gejala demensia, atau hanya berkaitan karena memiliki beberapa kesamaan dalam beberapa faktor.

Studi terbaru yang dipimpin oleh peneliti dari Universite de Paris ini berhasil menemukan titik terang terkait hubungan antara demensia dan nyeri kronis. Untuk mendapatkan jawaban ini, peneliti melakukan analisis terhadap data-data yang dikumpulkan dari partisipan selama 27 tahun.

Selama studi berlangsung, tim peneliti mengukur rasa nyeri dengan beberapa cara. Sebagian di antaranya adalah dengan mengukur intensitas nyeri dan interferensi nyeri. Interferensi nyeri berkaitan dengan bagaimana rasa sakit mempengaruhi partisipan dalam melakukan aktivitas mereka.

"Sebagai kesimpulan, temuan-temuan (dalam studi) mengindikasikan bahwa nyeri lebih  berperan sebagai gejala yang berkorelasi atau prodromal dibandingkan sebagai penyebab demensia," ungkap tim peneliti.

Gejala prodromal adalah gejala yang muncul lebih dulu sebelum suatu penyakit timbul. Oleh karena itu, nyeri kronis dinilai dapat menjadi faktor prediktif dari terjadinya demensia.

Ini bukan kali pertama sebuah studi berhasil menemukan adanya kaitan antara demensia dengan masalah kesehatan lain. Sebelumnya, studi juga menemukan bahwa demensia tampak berkaitan dengan penyakit kardiovaskular. Kedua masalah kesehatan ini memiliki beberapa faktor risiko yang sama, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan kolesterol tinggi.

Beberapa studi bahkan menemukan bahwa sekitar 80 persen individu dengan penyakit Alzheimer juga memiliki penyakit kardiovaskular. Studi juga menemukan bahwa melakukan olahraga secara rutin dapat membantu menurunkan risiko terjadinya penyakti Alzheimer dan demensia vaskular.

"Olahraga dapat menguntungkan sel otak secara langsung denagn meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak," tukas laporan dalam Alzheimer's Association.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement