Angka prevalensi stunting juga perlu dikaji ulang. Menggunakan Kurva Standar Pertumbuhan WHO 2006, Riskesdas 2013 melaporkan 37,2 persen anak balita Indonesia stunted (pendek) dan 12,1 persen wasted (kekurangan gizi). Hanya 2,5 persen anak yang tergolong stunted dan wasted. Sebagian besar anak tersebut pendek dengan berat badan normal (27,4 persen) dan pendek dengan kelebihan berat badan (6,8 persen).
“Jadi, penyebutan prevalensi stunting 37,2 persen patut ditinjau kembali mengingat penggolongan stunting seharusnya hanya diperuntukkan bagi anak yang pendek dan kekurangan gizi,” kata dia.
Penggunaan Kurva Standar Pertumbuhan WHO sebagai acuan berpotensi menyebabkan overestimation angka stunting. Sebab, kurva WHO dibuat berdasarkan data pertumbuhan anak-anak pada kondisi ideal tetapi populasi anak-anak yang digunakan sebagai dasar penyusunan belum tentu sesuai dengan pola pertumbuhan anak Indonesia.
Jadi ketika membandingkan tinggi anak-anak Indonesia dengan standar pertumbuhan anak WHO, sebagian besar dari anak-anak ini berada di bawah batas kritis dan dianggap sebagai stunting.
“Kami telah mengembangkan seperangkat kurva pertumbuhan untuk anak Indonesia. Dengan menggunakan kurva yang lebih representatif, diharapkan pemantauan pertumbuhan anak Indonesia bisa lebih tepat dan intervensi yang dilakukan lebih sesuai,” ujarnya.