Kamis 11 Mar 2021 16:28 WIB

Pameran SMM Angkat Isu Darurat Sampah Tekstil

Selama pameran, pengunjung diajak mendonasikan pakaian dan membuang sampah tekstil.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Label mode Sejauh Mata Memandang (SMM) menggagas pameran
Foto: Sejauh Mata Memandang (SMM).
Label mode Sejauh Mata Memandang (SMM) menggagas pameran "Sayang Sandang, Sayang Alam" yang mengingatkan kondisi darurat sampah tekstil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Label mode Sejauh Mata Memandang (SMM) menggagas pameran yang mengingatkan kondisi darurat sampah tekstil. Acara bertajuk "Sayang Sandang, Sayang Alam" itu berlangsung selama satu bulan, pada 6 Maret hingga 6 April 2021.

Berlokasi di Ashta District 8, SCBD, Jakarta Selatan, pameran menyajikan informasi edukatif terkait sampah tekstil. Terdapat beberapa area yang bisa disambangi pengunjung, yang menampilkan video informatif dan visual menarik.

Sejumlah konten merupakan kolaborasi dengan Greenpeace, Davy Linggar, Dian Sastrowardoyo, Tulus, Gustika Hatta, dan Mesty Artiariotedjo. Terdapat juga Kios Sejauh yang menjual produk-produk daur ulang dari sisa bahan produksi dan pakaian bekas.

Selama pameran berlangsung, SMM juga mengajak masyarakat untuk mendonasikan pakaian dan membuang sampah tekstil. Ada dua jenis kotak penyaluran (dropbox), yakni untuk pakaian yang masih layak pakai dan yang sudah tidak bisa digunakan.

Busana yang masih layak pakai akan dipilah oleh tim untuk didonasikan atau didayagunakan kembali (upcycle). Distribusi pakaian tersebut didukung oleh Wardah dan Syah Establishment.

Sementara, busana yang sudah tidak layak pakai akan didaur ulang menjadi benang dan kemudian diproses lagi menjadi kain dan busana baru. Untuk gerakan ini, SMM bekerja sama dengan Pable Indonesia serta beberapa gerakan lain.

Pameran yang disponsori oleh TACO tersebut mengajak masyarakat turut berkontribusi menjaga alam dan menyelamatkan Bumi dari limbah fesyen. Di balik pesatnya perkembangan industri mode, ada dampak buruk berupa jumlah limbah fashion yang masif.

Sekitar 85 persen dari sampah tekstil dibuang ke tempat sampah dan laut. Ditambah lagi dengan penggunaan serat sintetis seperti poliester, yakni serat plastik yang tidak dapat terurai secara hayati, serta butuh 200 tahun untuk dapat terurai.

Pendiri dan Direktur Kreatif SMM Chitra Subyakto ingin meningkatkan kesadaran akan kerusakan lingkungan yang telah terjadi. Pencinta mode diajak bijaksana memilih saat akan membeli busana dan dianjurkan memakainya dalam waktu lama.

Sangat disarankan membeli produk dengan bahan serat alami, berbelanja lebih sedikit, dan membeli busana dengan kualitas yang baik. Dengan begitu, pakaian bisa lebih bertahan lama. Jika sudah rusak, jangan dibuang tetapi diperbaiki atau didaur ulang.

"Kita sudah masuk ke dekade krisis iklim, tiap orang harus ambil bagian untuk melakukan perubahan, dari langkah yang paling kecil sekalipun," ujar Chitra.

Felix Tjahyadi terlibat selaku konseptor pameran. Kegiatan turut didukung oleh Lynx Films, Mata Studio, Magnifique, Davy Linggar, Wardah, Pable Indonesia, Syah Establishment, dan Greenpeace sebagai mitra NGO.

Pameran menerapkan protokol kesehatan ketat untuk kru yang terlibat serta semua pengunjung yang datang. Setelah periode pameran selama satu bulan berakhir, dropbox untuk penyaluran pakaian akan tetap ada di Ashta District 8.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement