Selasa 23 Feb 2021 13:30 WIB

Insomnia Jadi Tanda 'Menopause' Laki-Laki?

Laki-laki juga mengalami perubahan kadar hormon di usia 50 tahun.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Laki-laki juga mengalami perubahan kadar hormon di usia 50 tahun.
Foto: Pixnio
Laki-laki juga mengalami perubahan kadar hormon di usia 50 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masalah insomnia atau kesulitan tidur bisa berkaitan dengan beragam faktor. Menopause pada perempuan diketahui dapat menjadi salah satu faktor yang memicu insomnia. Apakah hal yang sama juga terjadi pada "menopause" laki-laki atau andropause?

"Masalah kesehatan yang berkontribusi terhadap insomnia beragam, mulai dari gangguan paru-paru dan jantung hingga masalah buang air kecil," jelas Dr Martin Scurr, seperti dilansir Mail Online, Selasa (23/2).

Baca Juga

Dr Scurr mengatakan laki-laki juga mengalami perubahan kadar hormon, seperti hormon testosteron di sekitar usia 50 tahunan, ketika memasuki masa menopause laki-laki. Berdasarkan peenelitian, perubahan kadar hormon tersebut dapat menjadi penanda dimulainya masalah tidur pada laki-laki.

"Akan tetapi, kondisi tersebut biasanya mulai terjadi pada usia paruh baya ke atas," ungkap Dr Scurr.

Insomnia yang terjadi secara kronis atau jangka panjang juga bisa disebabkan oleh kejadian-kejadian dalam hidup yang memicu kecemasan atau stres. Salah satu kejadian hidup yang dapat memicu insomnia adalah perubahan besar seperti penisun.

Penyebab lain yang juga bisa memicu kesulitan tidur di malam hari adalah kebiasaan tidur siang. Tidur siang tak hanya dapat merusak pola tidur di malam hari, tetapi juga dapat membuat aktivitas di siang hari menjadi tidak begitu produktif.

"Khawatir mengenai kurangnya tidur juga dapat berkontribusi terhadap munculnya kecemasan, sehingga semakin menambah masalah," tutur Dr Scurr.

Salah satu terapi yang bisa diberikan pada kasus insomnia adalah terapi perilaku kognitif (CBT). Terapi yang bertujuan untuk mengubah perilaku ini biasanya akan berfokus pada pikiran-pikiran yang memicu kecemasan, menjadi realistis terhadap hal-hal yang bisa dicapai, dan terkadang memberikan teknik-teknik relaksasi.

"Umumnya, pasien juga akan diminta untuk membuat buku harian tidur sebagai dokumentasi jam tidur dan jam bangun selama beberapa pekan," papar Dr Scurr.

Metode ini dapat membantu terapis untuk menentukan faktor-faktor apa yang bisa dieliminasi demi memperbaiki pola tidur pasien. Misalnya, mengeliminasi kebiasaan minum kafein di suang hari.

"Cara tersebut juga akan menunjukkan sejauh apa kemajuan yang dicapai pasien, yang akan memabntu mereka menjadi lebih baik lagi ke depannya," jawab Dr Scurr.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement