Film, contohnya, mengaktifkan bagian otak yang mengatur emosi dalam situasi kehidupan nyata, sedangkan mendengarkan musik tidak secara kuat mengaktifkan area tersebut. Putkinen menduga, itu karena elemen audio visual pada film.
Adegan dalam sinema dapat secara lebih realistis meniru peristiwa kehidupan nyata yang membangkitkan emosi dan dengan demikian mengaktifkan mekanisme emosi bawaan. Sedangkan, untuk musik, turut terpengaruh budaya dan sejarah pribadi.
Biasanya, para ilmuwan telah mempelajari emosi yang diinduksi musik dengan melihat bagaimana peserta bereaksi terhadap musik instrumental klasik. Bisa dibilang, tim dari Universitas Turku mengambil pendekatan yang sedikit berbeda.
"Kami menggunakan musik instrumental dalam penelitian, sehingga lirik tidak memengaruhi emosi. Namun, kami memasukkan film, musik, dan lagu dari virtuoso gitar Yngwie J. Malmsteen," ungkap Putkinen, dikutip dari laman Study Finds.