REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Profesor Rachel Skinner dari Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Sydney mengatakan, ada penurunan vaksinasi pada individu saat masa kanak-kanak. Hal itu, menurutnya dikarenakan berbagai alasan, meskipun, saat ini, vaksinasi bisa melonjak kembali karena pandemi Covid-19. "Rasa takut pada jarum suntik adalah bagian dari keengganan untuk divaksinasi secara lengkap hingga dewasa," kata dia mengutip The Age, Senin (23/11).
Dia menambahkan, hal ini memang kerap dikaitkan dengan sugesti sakit mendalam pada jarum yang masuk ke tubuh. Atas dasar itu, dia memulai studi untuk menyelidiki kemungkinan alternatif menyoal vaksin tanpa jarum. Hasilnya, ada patch microarray, yang biasa digunakan untuk mengelola vaksin untuk influenza dan diharapkan berguna untuk digunakan melawan virus corona.
Lebih lanjut, dalam praktiknya dia menyebut, tambalan dalam metode itu berupa satu sentimeter persegi dari polimer biokompatibel, yang tercakup dalam 3.000 "proyeksi mikro" dan dilapisi dengan formula vaksin kering. Ketika dioleskan ke kulit menggunakan aplikator sekali pakai, tujuannya, menembus lapisan luar dan mengirimkan dosis vaksin ke lapisan sel tepat di bawahnya.
Menurutnya, metode ini juga dikenal sebagai tambalan microneedle, meski ada "sensasi" saat diterapkan. Profesor Skinner menegaskan, tidak ada salahnya mencoba langkah itu.
Dia mengaku, tambalan, yang saat ini diujicobakan memang belum disetujui penggunaanya. Walaupun, penggunaan dosis pada metode itu hanya memerlukan seperlima dari dosis vaksinasi jarum suntik.
"Mereka juga jauh lebih kecil dan lebih mudah diangkut daripada dosis jarum suntik, dan tidak memerlukan tempat pendingin saat pengiriman dan penyimpanan," katanya.
Menurut Profesor Skinner, langkah itu dapat berguna jika vaksin virus corona yang berhasil dalam semua tahapan, perlu disimpan pada suhu yang lebih rendah, seperti yang dilakukan oleh calon vaksin dari Pfizer/BioNTech. Namun, dia menekankan bahwa tambalan perlu diuji dengan vaksin secara individual. Hal itu, untuk memastikannya bisa dibekukan dan berbentuk kering.
"Kami sangat tertarik pada hal itu karena mereka lebih rentan terhadap flu dan tentunya pandemi, dan kulit mereka halus," kata rekan peneliti Cristyn Davies.
Davies menambahkan, uji coba ini akan memeriksa keefektifan transfer vaksin serta bagaimana perasaan orang tentangnya. Tambalan ini, kata dia, adalah salah satu dari dua teknologi tanpa jarum yang sedang diujicobakan di Universitas Sydney.
"Yang lainnya adalah perangkat "semprotan jet" berbasis DNA - yang dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi lokal lainnya, Technovalia - yang menggunakan aliran udara untuk memberikan vaksin ke kulit," ungkap dia.
Sementara sebagian besar kandidat vaksin virus corona sedang dirancang melalui suntikan, vaksin yang diberikan oleh desain tambalan lain sedang dimulai pada tahap awal oleh tim di Pittsburgh, Italia dan Wales. Meskipun, peneliti China baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka telah memulai fase satu pengujian terhadap semprotan hidung.