Rabu 18 Nov 2020 00:35 WIB

Virus Chapare Menyebar di Bolivia, Bisa Jadi Pandemi Juga?

Virus Chapere menyebabkan demam berdarah yang mematikan, mirip seperti Ebola.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Seorang petugas kesehatan melakukan tes Covid-19 di pusat kesehatan El Rosal, di pinggiran La Paz, Bolivia, Ahad 12 Juli 2020. Di tengah pandemi Covid-19, Bolivia mengetahui bahwa kasus virus Chapare merupakan penyebab wabah skala kecil yang mematikan warganya pada 2019.
Foto: AP/Juan Karita
Seorang petugas kesehatan melakukan tes Covid-19 di pusat kesehatan El Rosal, di pinggiran La Paz, Bolivia, Ahad 12 Juli 2020. Di tengah pandemi Covid-19, Bolivia mengetahui bahwa kasus virus Chapare merupakan penyebab wabah skala kecil yang mematikan warganya pada 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, LA PAZ — Chapare merupakan sebuah virus yang menyebabkan demam berdarah yang berpotensi mematikan, mirip dengan Ebola. Kasus penyakit ini telah dikonfirmasi di Ibu Kota La Paz, Bolivia pada 2019 dan tiga di antaranya dilaporkan berakibat fatal.

Tiga dari kasus tersebut melibatkan petugas medis yang mungkin tertular virus dari pasien. Seorang residen kesehatan juga dilaporkan meninggal karena penyakit ini dan diperkirakan terinfeksi Chapare saat terkena air liur pasien.

Baca Juga

Sementara itu, seorang petugas di ambulans yang mungkin sedang berupaya melakukan resusitasi medis juga tertular. Bukti penularan dari manusia ke manusia inilah yang menjadi alasan utama kewaspadaaan di antara petugas kesehatan di Bolivia.

Sejumlah peneliti mendesak siapapun yang menangani kasus dugaan Chapare untuk menghindari kontak dengan cairan tubuh pasien. Hal ini terungkap dari pertemuan tahunan American Society of Tropical Medicine and Hygiene (ASTMH) pada Selasa (17/11).

Dilansir Insider, para peneliti terkejut dengan adanya kasus Chapare dalam waktu 16 tahun setelah virus pertama kali ditemukan pada 2004. Orang yang terinfeksi virus ini diketahui akan mengalami gejala, seperti demam, sakit kepala, nyeri tubuh, mual, dan pendarahan dari gusi.

Ahli virologi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) Maria Morales-Betoulle mengatakan, penyakit itu mungkin disebabkan oleh demam berdarah, virus yang lebih umum dengan gejala serupa. Ia menyebut, pada umumnya di Amerika Selatan, ketika melihat kasus dengan gejala, seperti Chapare, orang-orang akan berpikir mereka mengalami demam berdarah.

"Tapi ternyata bukan itu,” ujar Morales-Betoulle.

Ketika tim peneliti di Bolivia menyadari penyakit itu bukan disebabkan oleh virus demam berdarah, mereka mengirim sampel pasien ke laboratorium CDC di AS yang memiliki kemampuan pengurutan genom tingkat lanjut. Dari sana, ditemukan hasil yang mengejutkan para peneliti, yakni virus itu diidentifikasi sebagai Chapare.

Meski demikian, Chapare diyakini bukanlah virus yang berpotensi menjadi pandemi. Virus ini jauh lebih sulit ditularkan dibandingkan virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan Covid-19.

Virus corona mudah ditularkan melalui jalur pernapasan, sementara Chapare menyebar melalui kontak langsung dengan cairan tubuh saat seseorang sedang sakit parah. Orang-orang yang berisiko tertular Chapare adalah mereka yang melakukan kontak dekat dengan orang sakit, seperti petugas kesehatan dan anggota keluarga yang merawat orang-orang di rumah.

Selain itu, menurut ketua program ilmiah ASTMH dan presiden terpilih Daniel Bausch, virus Chapare cukup spesifik secara geografis. Laporan tersebut memberikan beberapa bukti bahwa tikus jenis pigmy rice yang memiliki telinga kecil mungkin adalah pembawa virus ini dan tikus tersebut hanya ditemukan di beberapa wilayah di Amerika Selatan.

"Ini bukan jenis virus yang perlu kami khawatirkan akan memulai pandemi berikutnya atau menciptakan wabah besar," jelas Bausch.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement