REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tumbuh dengan menonton drama TV Losmen, penulis naskah film Losmen Bu Broto Alim Sudio menganggap tontonan tahun 1980-an itu menawarkan sesuatu yang sangat Indonesia. Dari serial itu, Alim yang tinggal di Tangerang bisa mengenal budaya Jawa, khususnya dari DI Yogyakarta.
Menonton serial karya Tatiek Maliyati itu membuat Alim memahami bahwa ada kultur keluarga yang berbeda dari keluarganya. Dari situ, ia juga mempelajari cara keluarga menyelesaikan masalah.
"Losmen memberikan tontonan yang sangat realistis. Setiap orang punya motif sangat realistis," kata dia dalam konferensi pers virtual pengumuman peluncuran film Losmen Bu Broto, Selasa (27/10).
Banyaknya aspek wawasan dari serial Losmen sangat menginpirasi pemikirannya dan mengisi perasaan Alim. Sinetron 30-an episode itu pula yang membuatnya terjun ke dunia film.
Menjadikan sinetron sebagai film, Alim melakukan beberapa percobaan dari sinopsis dan skenario. Tantangan yang dia hadapi adalah menyambungkan cerita Losmen dengan konteks kekinian dan problem milenial.
Produser eksekutif Ideosource Entertainment, Andi Boediman, menjelaskan bahwa reboot Losmen itu bukan tentang cerita, tapi pesan yang ingin disampaikan lewat film Losmen Bu Broto. "Kami ingin bercerita tentang wanita Indonesia, sentral karakter Bu Broto, dan dua anaknya akan jadi bahan kami,” ujar dia.
Produser eksekutif Paragon Pictures, Robert Ronny, merasa yang paling penting dari produksi Losmen Bu Broto adalah karakternya. Plot bukanlah masalah.
"Kami cari esensinya. Kami coba semangat kakternya di abad ini dengan permasalahan yang jauh lebih modern, tapi semangatnya tetap sama,” kata dia.
Robert ingin bagaimana bisa membawa cerita dekat di hati, tapi tetap terhubung dengan penonton masa kini, tak mengambil ceritanya dari serial Losmen. Losmen Bu Broto akan menghadirkan Maudy Koesnaedy dan Mathias Muchus.