REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi sebagian perempuan, masa-masa menjelang haid ditandai dengan mastalgia alias rasa nyeri yang muncul di payudara. Bagaimana cara membedakan nyeri biasa tersebut dengan nyeri yang harus diwaspadai saat melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)?
Dokter Nadhira Afifa, alumni Universitas Harvard, mengatakan salah satu ciri kanker payudara yang bisa dideteksi lewat SADARI adalah adanya benjolan. "Benjolan ini biasanya tepinya tegas, berbentul bulat dan keras, tidak bisa digeser-geser (immobile)," kata Nadhira di Wardah Beauty Fest, Ahad (4/10).
Ia mengatakan, benjolan yang bersifat kanker biasanya tidak terasa nyeri. Namun bila terasa nyeri, bisa jadi benjolan itu sebetulnya tumor jinak atau akibat dari infeksi, hal lain di luar kanker.
Ciri lain dari kanker payudara, lanjut Nadhira, adalah kulit yang mengerut seperti kulit jeruk. Selain itu, puting pun masuk ke dalam dan di sekitarnya mengerut.
Payudara juga mengeluarkan cairan, biasanya berupa darah.
Nadhira mengingatkan kepada setiap perempuan untuk aktif melalukan deteksi dini dengan SADARI, memeriksa apakah ada perubahan pada payudara yang harus diperiksa dokter.
Sebagian besar kasus kanker payudara terjadi pada perempuan berusia di atas 50 tahun. Selain usia, faktor lain yang membuat seseorang berisiko terkena kanker payudara adalah genetika.
Mereka yang punya riwayat keluarga mengalami kanker payudara juga berisiko terkena hal yang sama. Pemakaian kontrasepsi oral dalam jangka waktu panjang, perempuan yang haid di bawah umur 12 tahun dan punya riwayat tumor jinak juga lebih berisiko.
Penyakit ini juga berisiko dialami orang yang melahirkan pertama kali di atas umur 35 tahun, menopause di atas usia 52 tahun, serta menjalani gaya hidup tak sehat yang berakibat obesitas, merokok dan jarang berolahraga. Rajin berolahraga, mengurangi konsumsi daging merah dan daging olahan serta alkohol juga memperbanyak konsumsi sayur dan buah jadi upaya untuk mencegah risiko terkena kanker.