Sabtu 03 Oct 2020 03:05 WIB

Studi Temukan Hubungan Kualitas Tidur dan Kesehatan Usus

Mengubah mikrobioma usus bisa berpengaruh dan memperbaiki pola tidur.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nora Azizah
Mengubah mikrobioma usus bisa berpengaruh dan memperbaiki pola tidur (Foto: ilustrasi tidur)
Foto: Piqsels
Mengubah mikrobioma usus bisa berpengaruh dan memperbaiki pola tidur (Foto: ilustrasi tidur)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian dari Fakultas Kedokteran University of Missouri mengumumkan, usus dapat mempengaruhi kualitas tidur, terutama pada kasus apnea tidur obstruktif (OSA). Studi yang dipublikasikan di jurnal Experimental Neurology ini menemukan bahwa mengubah mikrobioma usus dapat memengaruhi dan memperbaiki pola tidur.

Melansir laman mindbodygreen, Jumat (2/10), dalam studi ini para peneliti memulai dengan dua kelompok tikus, yakni bernapas normal dan diberi tiruan OSA manusia. Setelah enam pekan, para peneliti memperkenalkan kelompok tikus ketiga, dan memberi mereka transplantasi tinja.

Baca Juga

Separuh dari tikus menerima transplantasi feses dari kelompok pernapasan normal, sementara lainnya menerima transplantasi feses dari kelompok apnea. Pola tidur kelompok ketiga itu kemudian dipantau selama tiga hari.

Mereka yang menerima mokrobioma dari kelompok apnea menunjukkan tanda-tanda kelelahan yang meningkat, termasuk periode tidur yang lebih lama dan sering tidur siang sepanjang hari. Sementara, kelompok lainnya tidur dengan normal.

Peneliti utama dalam studi ini, David Gozal, mengatakan bahwa penelitian itu menunjukkan bahwa memanipulasi mikrobioma usus dapat membantu mencegah dan mengelola masalah apnea tidur. Contohnya saja, jika peneliti menggabungkan tekanan saluran napas positif berkelanjutan (CPAP) dengan probiotik khusus yang mengubah mikrobioma usus pasien, peneliti mungkin dapat menghilangkan beberapa kelelahan.

Hal ini bisa mengurangi kemungkinan penyakit penyerta terkait dengan OSA yang memengaruhi kognisi, memori, penyakit kardiovaskular, atau disfungsi metabolik. Namun, penelitian itu baru dilakukan pada hewan, sehingga perlu lebih banyak penelitian untuk memverifikasi hasilnya pada manusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement