REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa pandemi tak dipungkiri mempengaruhi kesehatan mental. Agar mencegah bunuh diri karena tekanan mental, penting untuk saling peduli dengan orang-orang terdekat.
Pengawasan dan saling menjaga bisa dimulai dengan mengajak orang-orang terdekat untuk berkomunikasi dan menjelaskan bahwa kita ada untuk mereka. Menurut seorang sukarelawan pendengar di cabang Samaritans Folkestone, Anne Gilchrist, kita bisa meminta mereka untuk memberi tahu bagaimana perasaan mereka.
Dia pun menjelaskan mengenai tanda-tanda seseorang dalam hidupnya mengalami pikiran untuk bunuh diri. “Seseorang yang sudah mulai memiliki pikiran untuk bunuh diri dapat tampak tertekan, menyendiri dan semakin tidak mau mengambil bagian dalam kegiatan sosial,” kata Gilchrist, dilansir di laman The Independent, Jumat (11/9).
Gilchrist menjelaskan, pikiran untuk bunuh diri bisa muncul karena orang tersebut merasa tidak berharga, tidak ingin menjadi beban bagi teman dan keluarga, atau hanya merasa tidak ada gunanya ikut serta karena tidak ada masa depan bagi mereka. Seseorang mungkin merasa ingin bunuh diri karena keadaan tertentu.
"Mereka mungkin berjuang untuk mengatasi rasa sakit yang tak tertahankan dan beberapa mungkin benar-benar menyebutkan ingin mati," kata dia.
Selain itu, lanjutnya, pikiran untuk bunuh diri dapat dipicu oleh kehilangan seseorang yang dekat atau kehilangan teman, kerabat, atau bahkan kenalan yang bunuh diri. Namun demikian, tidak semua orang yang memiliki pikiran untuk bunuh diri akan menunjukkan tanda-tanda ini. Orang-orang yang mengalaminya tidak selalu ingin bunuh diri.
Gilchrist lalu menjelaskan bagaimana sikap kita jika yakin menemukan seseorang yang menunjukkan tanda-tanda pikiran untuk bunuh diri. Menurutnya, kita bisa menawarkan untuk mendengarkan tanpa menghakimi, yang memungkinkan orang lain untuk mengungkapkan apa yang mereka pikirkan.
“Hanya bisa mengatakan sesuatu dengan lantang bisa sangat membantu dalam mengatur pikiran dan perasaan. Kadang-kadang ketakutan bisa berkurang setelah dibicarakan,” jelas dia.
Menurut para sukarelawan Samaritans, dengan menanyakan secara tulus mengenai isi hati orang-orang yang mengalami tekanan adalah langkah awal yang baik. Di Samaritans, mereka sering memulai percakapan dengan pertanyaan yang sangat sederhana, seperti bagaimana perasaan Anda?.
“Pendengar tidak perlu mendengar tentang setiap hal yang telah terjadi dalam kehidupan orang itu. Detailnya seringkali tidak penting, tetapi dengan mengeksplorasi bagaimana perasaan orang itu sekarang, ekspresi awal ketakutan, kemarahan, rasa bersalah, keputusasaan, rasa malu, atau apa pun, dapat memberikan petunjuk besar tentang keadaan mereka saat ini,” katanya.
Dia juga menekankan, pendengar tidak perlu menawarkan nasihat bijak atau memberikan solusi yang tepat. Sebagai pendengar, kita hanya mendengarkan dan mengajukan pertanyaan terbuka yang bijaksana, yang menunjukkan bahwa kita peduli.