Rabu 05 Aug 2020 17:50 WIB

Ragam Informasi tak Terduga yang Bisa Diketahui Lewat Rambut

Tim peneliti dapat memprediksi tingkat ekonomi komunitas sampel rambut berasal.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
Rambut (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Rambut (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi sebagian orang, rambut mungkin hanya dianggap sebagai "mahkota" untuk melengkapi penampilan. Padahal, ada banyak informasi penting yang bisa didapatkan melalui rambut.

Sebuah studi terbaru dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences mengungkapkan, ada ada tiga hal baru yang bisa diketahui lewat analisis rambut. Ketiga hal tersebut adalah makanan yang dimakan, seberapa banyak pendapatan, dan seperti apa risiko kesehatan yang dimiliki oleh si pemilik rambut.

Tim peneliti dari University of Utah mengumpulkan sampel rambut dari berbagai barbershop dan salon di 65 komunitas yang ada di Amerika Serikat. Analisis asam amino pada sampel rambut dapat menunjukkan dari mana seseorang mendapatkan asupan protein dalam pola asupan makannya. Seperti diketahui, protein hewani dan protein nabati memberikan ciri khas yang unik dan berbeda pada sampel rambut.

Secara akurat, tim peneliti juga mampu memprediksi tingkat ekonomi pada suatu komunitas tempat sampel rambut berasal. Kadar karbon yang rendah pada sampel rambut mengindikasikan biaya hidup yang lebih tinggi, dan tentunya biaya potong rambut yang lebih tinggi. Hal ini juga berlaku sebaliknya.

Selain itu, pola asupan makan yang diketahui dari sampel rambut juga dapat memperdiksi risiko kesehatan secara umum pada orang-orang di komunitas tempat sampel rambut berasal. Sebagai contoh, orang-orang yang terlihat lebih banyak mengonsumsi protein hewani memiliki kemungkinan lebih besar tinggal di area dengan tingkat obesitas dan penyakit kardiovaskular yang tinggi.

Tim peneliti menilai temuan baru ini dapat memberikan implikasi yang luas bagi penelitian ilmiah. Sampel rambut dapat menjadi cara yang lebih baik untuk menelusuri beberapa hal secara akurat. Dalam studi ini misalnya, menelusuri pola asupan makan, tingkat ekonomi, hingga risiko penyakit pada sebuah komunitas.

"Sebagai sebuah pengukuran jangka panjang yang terintegrasi mengenai pola makan individu, pengukuran ini dapat digunakan untuk memahami pilihan makanan pada kelompok usia yang berbeda dan kelompok sosial ekonomi yang berbeda," ujar profesor di bidang ilmu biologi dari University of Utah Jim Ehleringer, seperti dilansir di Insider, Rabu (5/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement