REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Larangan mudik akibat pandemi Covid-19 pasti menimbulkan kerinduan pada kampung halaman. Namun bisakah larangan pulang kampung ini berakibat serius pada kesehatan jiwa?
Psikolog Klinis Alexandra Gabriella A., M.Psi, C.Ht, C.ESt, mengatakan gangguan psikologis baru dapat ditegakkan jika sudah terjadi dalam kurun waktu tertentu, seperti dua minggu, tiga bulan, atau tiga bulan.
“Jika seseorang tidak mudik dan bagaimana pengaruhnya pada kondisi psikologis, yang jelas kita tidak bisa berbicara mengenai diagnosa. Tapi, lebih kepada perasaan yang dialami, seperti kesepian (loneliness), kekecewaan, atau kehilangan harapan,” ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id dari Guesehat, Jumat (22/5).
Tidak hanya kesepian, seseorang yang tidak mudik juga bisa merasakan homesick. “Homesick merupakan perasaan rindu dengan situasi saat di kampung halaman, bisa rindu dengan orang tua, orang-orang sekitar, makanannya, lingkungannya, atau nuansanya. Namun, orang-orang yang homesick ini tidak dialami oleh mereka yang tidak mudik saja,” jelasnya.
Lantas, apakah homesick bisa meningkatkan risiko terhadap gangguan psikologis tertentu? Alexa menjelaskan, homesick dapat menjadi stresor saat seseorang memiliki ekspektasi untuk bisa pulang dan merasakan apa yang biasa dilakukan di kampung halamannya tersebut, namun ekspektasi itu tidak tercapai sehingga timbul rasa kecewa yang bisa menyebabkan frustrasi.
“Rasa frustrasi itu bisa membuat seseorang memiliki masalah psikologis, seperti depresi. Apalagi kalau kondisi ini memang sudah terjadi beberapa minggu secara berturut-turut dan mood atau suasana hatinya sama. Selain itu, orang-orang yang homesick ini bisa juga mengalami insomnia karena selalu berpikir tidak bisa pulang,” ungkap Alexa.