Ahad 24 May 2020 09:17 WIB

Fitofarmaka, Pilihan Obat dengan Kembali ke Alam (Bagian 1)

Obat menjadi kebutuhan krusial dalam penyembuhan pasien positif Covid-19.

Para peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan proses ekstraksi saat uji laboratorium penemuan obat herbal untuk penyembuhan COVID-19 dan penghambatan pertumbuhan virus corona di Pusat Penelitian Kimia LIPI di Banten, Indonesia pada Jumat 8 Mei 2020.
Foto:

Iskandar mengatakan tripang pasir ada di seluruh perairan Indonesia dan sudah dibudidayakan oleh nelayan seperti di Bali dan Bintan.Iskandar meyakinkan pasokan bahan baku untuk obat tersebut akan dapat berkelanjutan di masa depan.

Khusus fitofarmaka yang menggunakan tripang itu, menurut dia, memang lebih banyak bekerja sama dengan koperasi unit bersama dari nelayan di Bali utara dan Balai Besar Riset Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk ketersediaan bahan bakunya.

Tripang pasir itu, menurut Iskandar, juga banyak ditemui di perairan Bintan, Kepulauan Riau. “Ada dua pulau di sana yang melimpah ruah tripangnya. Kebanyakan justru PMA (penanam modal asing) yang datang membuat tambak sendiri lalu diambil dalam bentuk segar maupun kering. Tidak ada membina nelayan di sana”.

Nelayan maupun pemerintah setempat cukup bingung memanfaatkan tripang pasir yang berlimpah di Bintan. Selain dikonsumsi tidak dalam jumlah yang besar, biota laut tersebut diekspor ke Hong Kong maupun negara di Asia Timur lainnya.

Apa yang dikehendaki oleh 24 peneliti dan dua teknisi yang tergabung dalam CDDD tersebut, pengembangan dua fitofarmaka juga dapat menciptakan peluang ekonomi bagi setiap mereka yang terlibat proses produksinya dari hulu hingga hilir.

“Pemberdayaan nelayan terjadi, kita memberikan added value juga. Jadi semoga bisa menarik perekonomian di daerah. Lagi pula mereka bingung mau diapakan,” kata peneliti dari Center for Drug Discovery and Development Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Siti Irma Rahmawati.

Mereka ingin sebisa mungkin membantu usaha kecil menengah (UKM) untuk memberi nilai tambah. Hal tersebut berlaku juga pada pengembangan jahe merah sebagai salah satu bahan baku untuk fitofarmaka hipertensi.

“Jadi kita coba bantu UKM untuk mendapat nilai tambah. Kemudian produk itu tidak cuma jadi satu, bisa dikembangkan lebih ke pangan fungsional. Ok, misalkan rendeman jahe merah itu sebagai apa, ternyata ‘limbah’ hasil samping yang masih bisa digunakan dan punya nilai,” kata Irma yang menjadi koordinator pengembangan fitofarmaka herbal merah.

Ia menjelaskan varietas asli Afrika tersebut berbeda dengan jahe lainnya karena kandungan shogaolnya lebih banyak.

Meski demikian dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS), tiga tahun terakhir justru produksi jahe merah menurun. “Ya, mungkin jadi tanda tanya kenapa justru menurun. Meski dengan adanya (pandemi virus) Corona pasti jumlahnya akan naik lagi karena orang membaca pasar,” kata Irma.

Namun, di tengah upaya percepatan pengembangan fitofarmaka di dalam negeri,persoalan bahan baku seperti itu menjadi masalah, karena yang terjadi jahe merah yang produksinya memang sudah menurun ditambah diburu masyarakat untuk pencegahan Covid-19 menjadi semakin sulit diperoleh.

Bagi petani, menurut Irma, sebenarnya secara ekonomi peluang memasok bahan baku fitofarmaka sangat menarik.

Tim CDDD telah bekerja sama dengan Badan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Kementerian Pertanian yang memiliki bibit unggul jahe merah sekaligus SOP budi dayanya. Belum banyak petani yang paham soal standar bahan baku untuk farmasi, dan itu menjadi persoalan.

“Kenapa farmasi masih impor? Karena standar bahan bakunya itu. Belum banyak yang paham soal standarisasi bahan baku obat, makanya penting kerja sama dengan Kementerian Pertanian juga untuk memastikan standarnya,” ujar dia.

Setelah itu, ia mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang memperbanyak karena yang memiliki lahan, sedangkan petaninya dari Kementerian Pertanian.

“Jadi Insyaa Allah akan terstandar lebih baik dari hulu ke hilir,” kata Irma.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement