Ahad 17 May 2020 10:51 WIB

Alihkan THR untuk Tabungan Antisipasi Ketidakpastian Ekonomi

Kebutuhan lebaran berkurang, THR bisa ditabung untuk mengantisipasi ketidakpastian.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Reiny Dwinanda
Tunjangan Hari Raya/THR (ilustrasi), Demi mengantisipasi ketidakpastian ekonomi, THR sebaiknya sebagian ditabung.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tunjangan Hari Raya/THR (ilustrasi), Demi mengantisipasi ketidakpastian ekonomi, THR sebaiknya sebagian ditabung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kondisi pandemi membuat banyak orang perlu menyesuaikan diri, termasuk selama Ramadhan tahun ini. Perencana keuangan bersertifikat Metta Anggriani mengatakan, Ramadhan bisa menjadi bulan untuk mengindentifikasi kebutuhan pokok sehari-hari.

“Banyak orang memprediksi sampai kapan pandemi ini, artinya banyak ketidakpastian beberapa bulan mendatang,” kata dia dalam kelas virtual Jenius “Persiapan Finansial Jelang Lebaran di Tengah Pandemi”, beberapa waktu lalu.

Baca Juga

Menjelang lebaran, beberapa pekerja masih mendapatkan tunjangan hari raya (THR). Biasanya, THR digunakan untuk berbelanja kebutuhan lebaran. Namun, Metta menyarankan untuk mengalihkan THR menjadi tabungan. Tujuannya untuk mengantisipasi ketidakpastian yang sedang berlangsung.

Selama Ramadhan, umumnya pengeluaran digunakan untuk berbuka bersama, amal, berbelanja, hiburan atau ngabuburit, dan mudik. Dengan berlakunya PSBB, kegiatan-kegiatan itu tidak bisa lagi dilakukan, kecuali amal. Artinya, pengeluaran lebaran bisa ditekan, sehingga porsi menabung bisa diperbesar.

Di tahun sebelumnya, banyak orang belanja lebaran dengan sumber dana THR. Gaji bulanan digunakan untuk keperluan sehari-hari. Di masa pandemi ini, banyak orang tidak menerima THR atau dipotong. Jika masih ada THR sementara belanja lebaran berkurang, Metta menyarankan sebaiknya THR ditabung untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi yang masih berlangsung.

Secara umum, pengeluaran perlu dialokasikan dengan baik agar gaji tidak habis begitu saja. Salah satu metodenya, menurut Metta, adalah dengan menggunakan rumus 50/30/20.

Pertama, 50 persen penghasilan digunakan untuk kebutuhan, seperti sandang, pangan, dan papan. Kedua, 30 persen penghasilkan digunakan untuk keinginan, seperti hiburan, belanja, dan traveling. Ketiga, 20 persen penghasilkan digunakan untuk menabung dan investasi.

Metta mengatakan, persentase itu tidak baku, hanya referensi ideal saja. Pada kenyataannya harus disesuaikan dengan nominal dan kondisi masing-masing orang. Metta mengatakan, untuk yang bergaji upah minimum regional dan tinggal di Jakarta, mungkin sulit menerapkan prinsip itu. Namun, untuk seorang lajang berpenghasilan mapan, mungkin rumus itu mudah dicapai.

Pengelolaan keuangan, menurut Metta, harus disesuaikan dengan kondisi, tujuan, dan karakter tiap orang. Titik keseimbangan setiap orang berbeda, tetapi perencanaan keuangan perlu dilakukan agar porsi keuangan untuk ditabung masa depan, bukan hanya kehidupan saat ini saja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement