Kamis 16 Apr 2020 22:06 WIB

PSBB Kewilayahan tak Mampu Bendung Fase Akselerasi Covid-19

Fase akselerasi merupakan fase di mana penyebaran Covid-19 berjalan cepat.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Sejumlah warga melakukan sistem buka tutup untuk memasuki perkampungan Tambi, Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis (16/4/2020). Karantina mandiri dilakukan oleh warga kampung setempat itu guna mencegah penyebaran Virus Corona (COVID-19)
Foto: AKBAR TADO/ANTARA FOTO
Sejumlah warga melakukan sistem buka tutup untuk memasuki perkampungan Tambi, Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis (16/4/2020). Karantina mandiri dilakukan oleh warga kampung setempat itu guna mencegah penyebaran Virus Corona (COVID-19)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wabah Covid-19 di Indonesia saat ini disebut tengah memasuki fase akselerasi. Kebijakan berupa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan beberapa wilayah dinilai tak mampu secara optimal membendung penyebaran Covid-19 di Fase Akselerasi ini.

"Jadi kalau ditanya (PSBB) cukup atau tidak, ya, belum cukup. Masih banyak yang harus kita lakukan," Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan pada Republika, Kamis (16/4).

Baca Juga

"Kita masih di fase akselerasi," kata dia. 

Fase akselerasi merupakan fase di mana penyebaran Covid-19 berjalan cepat. Fase akselerasi masuk setelah fase awal saat Covid-19 baru memasuki Indonesia. 

Di fase akselerasi ini, Ede menilai, PSBB yang diberlakukan sedikit demi sedikit oleh daerah yang mengajukan tidaklah efektif. Sebab, ia mengatakan, terjadi fenomena mudik yang menyebabkan potensi fase akselerasi akan memanjang. 

Padahal, Ede mengatakan, berdasarkan pemodelan awal seharusnya masa akselerasi Covid-19 di Indonesia dapat ditutup menjadi fase puncak di akhir April ini. "Puncak berpotensi sangat mundur karena potensi penularan terjadi di mana-mana," kata Ede. 

Karena itu, dia mengatakan, PSBB seharusnya diberlakukan secara nasional oleh seluruh daerah di fase akselerasi ini. "Kan (kegiatan) ekonomi masih boleh di masa ini, itu apa susahnya diperbolehkan PSBB. Kenapa tidak di-declare aja supaya wacana dan nuansa kedaruratan itu terasa. Jadi masyarakat sadar. Secara Nasional saja sampaikan," kata dia. 

Selain itu, ia menilai, birokrasi pemberlakuan PSBB oleh daerah yang harus melalui izin pemerintah pusat justru kontraproduktif dalam upaya menghambat laju wabah di berbagai daerah. "Bagi-bagilah. Jangan semua udah capek, pemerintah pusat masih sibuk review pengajuan daerah, nanti kalau daerah ngajuin semua berapa hari mau di-review?" kata Ede. 

Pada masa akselerasi ini, Ede mengatakan, pelaksanaan PSBB juga harus disertai deteksi yang cepat. Ia mengungkapkan, deteksi pasien positif yang dilakukan pemerintah sangat lambat. 

Menurut dia, apa yang diumumkan jubir hari ini bisa jadi merupakan hasil temuan lima hari lalu mengingat kecepatan deteksi antara 2-8 hari.  "Jadi PSBB itu fungsinya preventif dan harus dibackup fungsi berikutnya dari manajemen pandemi, yaitu deteksi. Kalau ini susah, Masuk ke fase respons kita kerepotan. Karena direspons kita enggak siap, masa APD saja tidak ada, kan ajaib," kata Ede. 

"Itu salah satu yang menunjukkan bahwa kita tidak siap. Tragisnya yang meninggal itu 10 persen tenaga medis dan perawat termasuk tenaga kesmas yang melakukan fungsi medisnya," ujarnya lagi. 

photo
Sejumlah kendaraan melintasi dibawah layar yang menyosialisasikan peraturan melintasi jalan tol saat wabah virus Corona di ruas tol Jakarta Outer Ring Road (JORR), Pasar Rebo, Jakarta, Kamis (16/4). Petugas Patroli Jalan Raya (PJR) akan memberikan sanksi dengan mengeluarkan pengguna jalan tol yang tak mematuhi aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) - (Republika/Putra M. Akbar)

Kapan Indonesia mencapai puncak? Ede menjawab, puncak Covid-19 di Indonesia bergantung pada upaya pemerintah dan masyarakat. Ede menjelaskan puncak Covid-19 terjadi saat mulai terjadi pelambatan jumlah pasien positif hingga akhirnya pertumbuhan kasus baru berhenti. 

Setelah Fase Puncak terlewati, maka akan terjadi penurunan. Selama masa ini, pemerintah harus benar benar memastikan tak ada pasien baru lagi dan hanya ada pasien lama. "Lama lama sembuh kasus itu hilang," kata dia. 

Sebelumnya, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyampaikan kajian Badan Intelijen Negara (BIN) saat menggelar rapat bersama Komisi IX DPR RI awal April ini. Merujuk pada kajian Badan Intelijen Negara (BIN), jumlah penderita positif Covid-19 di Indonesia diprediksi akan mencapai lebih dari 100 ribu pada akhir Juli 2020. 

Bahkan, waktu tersebut diprediksi menjadi titik puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia. Sebelum mencapai puncak, kasus positif Covid-19 akan mengalami peningkatan setiap bulannya. 

Perinciannya, 1.577 di akhir Maret, 27.307 di akhir April, 95.451 di akhir Mei, 105.765 di akhir Juni, dan akhir Juli mencapai 106.287. "Puncaknya pada akhir juni dan akhir Juli," kata Doni dalam Rapat Kerja daring dengan Komisi IX DPR pada Kamis (2/4) lalu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement