Kamis 06 Feb 2020 16:15 WIB

Dipaksa dalam Memilih Studi, Apa Dampaknya Bagi Anak?

Apa yang terjadi kalau anak dipaksakan memilih studi yang tak sesuai minat-bakatnya?

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi pelajar SMA.
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Ilustrasi pelajar SMA.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada saja orang tua yang memaksakan kehendak terhadap anak dalam urusan studi. Mulai dari pilihan jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Atas maupun di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

CEO PT Melintas Cakrawala Indonesia Ari Kunwidodo mengatakan, pemilihan jurusan tidak sesimpel bicara mengenai suka dan tidak suka. Pimpinan perusahaan yang menawarkan tes bakat minat AJT ini mengingatkan bahwa pilihan itu terkait dengan masa depan dan perjalanan panjang yang akan dihadapi anak.

Baca Juga

"Ada kasus, di SMA nilainya bagus terus, juara, orang tuanya bilang masuk saja kedokteran, apa yang terjadi? Dia drop out, begitu dianalisis, otot kognitif dia tidak sesuai. Di kedokteran, otot harus memori, apa yang harus dipelajari harus diambil, tersimpan. Anak ini ternyata sistem belajarnya kemarin untuk besok ulangan. Artinya, tidak tersimpan," ujar Ari di Jakarta beberapa waktu lalu.

Menurut Ari, gambaran yang tampak di permukaan atau hasil akademik belum tentu sesuai dengan minat. Yang lebih utama adalah dukungan fundamental otot kognitif.

Ada juga anak yang nilainya unggul, artinya bisa masuk jurusan yang mematok nilai tinggi, tetapi anaknya tidak punya minat terhadap bidang tersebut.

"Ditanya kenapa tidak minat padahal mampu, apakah nggak suka pengajar atau lainnya, dijawab faktor dia sendiri saja yang tidak mau. Jadi dimensi potensi dan minat kalau dipaksakan akan sulit. Minat itu dikawinkan dengan kepribadian," jelas Ari.

Apabila bakat dan minat sejalan, maka bisa menghindari kemungkinan tidak sukses ke depannya. Ari menjelaskan, melalui tes bakat minat AJT, anak bisa membantu untuk mengenali kesesuaian kemampuan dan minat secara lebih rinci. Diharapkan terjadi pencapaian prestasi yang maksimal dan menghindari fenomena salah jurusan.

Psikolog Universitas Tarumanagara, Diana Lie, juga mengingatkan dampak buruk memaksakan anak dalam pilihan studi. Anak bisa tisak bahagia dan juga tidak efisien mengenai waktu belajarnya.

"Yang pasti, semuanya balik lagi tergantung kemamapuan. Mungkin saja salah jurusannya pun, orang bisa menyelesaikan kuliahnya dengan baik. Tapi seberapa jauh dia enjoy?" kata Diana di Jakarta.

Dampak lainnya semisal masalah waktu. Jika seorang anak mudah beradaptasi, bisa saja dia menyelesaikan studinya dengan baik. Akan tetapi, seandainya terjadi konflik, yaitu terbenturnya bakat dengan minat, maka waktu eksplorasi sang anak menjadi tidak efisien.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement