REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Virus corona jenis baru alias 2019 novel Coronavirus (2019-nCoV) telah menjadi ancaman global. Bahkan, para ahli menilai, virus corona berpotensi menjadi pandemi, sebab jumlah yang terinfeksi terus meningkat di China dan negara-negara di seluruh dunia.
Pandemi digambarkan sebagai penyakit yang menyebar ke banyak wilayah dengan cakupan luas, di seluruh benua, bahkan seluruh dunia. Virus corona baru dilaporkan menyebar dengan kecepatan yang mirip dengan influenza, berbeda dengan sindrom pernapasan akut parah (SARS) dan flu unta (MERS) yang bergerak lambat.
"Ini sangat, sangat menular, dan hampir pasti akan menjadi pandemi," ungkap Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Dr Anthony S Fauci, dilansir Fox News, Selasa (4/2).
Sejauh ini, ada 11 kasus yang dikonfirmasi di Amerika Serikat (AS). Enam di Kalifornia, satu di Arizona, satu di negara bagian Washington, satu di Massachusetts dan dua di Illinois. Tidak ada kematian yang dilaporkan di AS dan 99 persen kasus kematian terjadi di China.
Sebagai upaya pencegahan, AS juga telah menolak warga negara asing yang baru-baru ini pergi ke China, terkecuali mereka adalah keluarga dekat warga negara Amerika dan penduduk tetap. Tiga orang di New York City juga sedang dites untuk virus corona setelah mereka melakukan perjalanan ke China daratan. Hasil tes yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) akan memakan waktu sekitar 36-48 jam untuk menentukan apakah tiga orang tersebut terinfeksi virus atau tidak.
"Kami terus bekerja sama dengan mitra kami di CDC, Negara Bagian, dan pemerintah federal ketika virus korona berkembang," kata Komisaris Kesehatan Dr Oxiris Barbot.
"Jika Anda telah melakukan perjalanan ke daerah yang terkena dampak wabah dalam 14 terakhir, dan Anda merasa tidak enak badan, segera hubungi dokter atau kunjungi klinik," ujar dia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyatakan bahwa wabah ini merupakan keadaan darurat global karena menyebar ke negara-negara di luar China dan jumlah pasien yang terinfeksi terus bertambah. Hingga Selasa (4/2) virus 2019-nCoV telah menginfeksi sekitar 20.438 di China dan 425 orang meninggal. Angka itu telah melampaui wabah SARS yang terjadi awal 2000-an.
Kematian pertama di luar China tercatat di Filipina pada Ahad. Departemen Kesehatan Filipina menyampaikan, pasien yang meninggal tersebut adalah pria Cina berusia 44 tahun. Dia meninggal setelah menderita radang paru-paru yang parah.
Setidaknya ada 21 negara yang telah mengonfirmasi kasus corona, antara lain Prancis 6 kasus, Rusia 2 kasus, Spanyol satu kasus, Thailand 19 kasus, Australia 12 kasus, Jerman 10 kasus, Kanada 4 kasus, Jepang 20 kasus, Malaysia 8 kasus, Korea Selatan 15 kasus, Taiwan 10 kasus, Uni Emirates Arab 5 kasus, Vietnam 8 kasus, Sri Lanka 1 kasus, Filipina 3 kasus, Nepal 1 kasus, Finlandia 1 kasus, Kamboja 1 kasus, India 1 kasus, Singapura 16 kasus, dan Italia 2 kasus.
Ironisnya, hingga kini para ahli masih belum menemukan vaksin yang bisa menangkal 2019-nCoV. Agar terhindar dari virus, setiap orang dianjurkan untuk menghindari perjalanan ke wilayah terjangkit, menghindari kontak dengan pasien dan selalu menjaga kesehatan, kebersihan, serta olahraga sehingga kekebalan tubuh tetap kuat.